Keberatan Pajak, Pengertian, Dasar Hukum, dan Prosedur Pengajuannya

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Ilustrasi, petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tengah melayani wajib pajak.
Penulis: Agung Jatmiko
5/6/2024, 10.00 WIB

Di Indonesia, wajib pajak, baik individu maupun badan usaha dibolehkan mengajukan protes terhadap hasil pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus atau pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Pengungkapan protes ini, disebut sebagai keberatan pajak.

Salah satu contoh keputusan fiskus atau otoritas perpajakan yang menimbulkan protes dari wajib pajak, adalah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atas penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Protes dapat muncul, apabila wajib pajak merasa bahwa hitungan pembayaran pajak yang tertera dalam SPT Tahunan telah sesuai, dan menganggap adanya kesalahan pada hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus.

Pengertian dan Dasar Hukum Keberatan Pajak

Mengutip penjelasan pada laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), keberatan pajak adalah cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perselisihan terkait perpajakan antara wajib pajak dengan otoritas perpajakan, maupun pihak ketiga atas pemotongan atau pemungutan pajak.

Ketentuan terkait perpajakan di Indonesia sendiri, membolehkan dan bahkan menjadikan keberan sebagai hak wajib pajak. Melalui proses keberatan wajib pajak dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak.

Ini meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besaran pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, wajib pajak mengajukan keberatan pajak kepada DJP atas beberapa hal, antara lain:

  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
  • Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
  • Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
  • Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Kemudian, berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK 202/2015, keberatan pajak dapat diajukan hanya berupa materi atau isi dari Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang meliputi tiga hal, yakni jumlah rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan. Kemudian, jumlah besarnya pajak dan materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.

Keberatan dapat diajukan oleh wajib pajak yang bersangkutan atau kuasanya dengan menyerahkan "Surat Keberatan". Ini adalah surat yang diajukan oleh wajib pajak kepada DJP mengenai keberatan terhadap suatu surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

Ketentuan yang mengatur tentang keberatan pajak diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, di antaranya:

  • Undang-Undanag Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  • PMK Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan.
  • PMK Nomor 202/PMK.03/2015 tentang Perubahan Atas PMK 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan.
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2020 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Keberatan secara Elektronik.

Syarat dan Prosedur Pengajuan Keberatan Pajak

Syarat pengajuan keberatan tertuang dalam Pasal 2 ayat (3) PER-14/PJ/2020, yakni sebagai berikut:

  1. Diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia.
  2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan.
  3. Satu keberatan diajukan hanya satu surat ketetapan pajak, untuk satu pemotongan pajak, atau untuk satu pemungutan pajak.
  4. Wajib pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sebelum surat keberatan disampaikan.
  5. Diajukan dalam waktu jangka waktu tiga bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak dikirim, atau pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kuasa wajib pajak.
  6. Surat keberatan ditandatangani oleh wajib pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan wajib pajak, maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
  7. Wajib pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP.

Adapun, dalam menyelesaikan perselisihan perpajakan, wajib pajak harus melakukan permohonan keberatan pajak. Jika hasil keputusan keberatan yang diterbitkan DJP tidak sesuai dengan perhitungan wajib pajak, maka wajib pajak dapat mengajukan banding ke pengadilan pajak.

Jika hasil putusan pengadilan pajak tidak memuaskan, maka wajib pajak dapat mengajukan peninjauan kembali pajak ke Mahkamah Agung atau MA.

Untuk mengajukan keberatan pajak, prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

  • Masuk laman resmi DJP, di djponline.pajak.go.id.
  • Login dengan akun DJP Online.
  • Pilih menu e-Filing, lalu klik e-Objection.
  • Isi nomor Surat Ketetapan Pajak (SKP).
  • Sistem akan melakukan validasi SKP yang terdiri dari nomor DKP, jangka waktu pengajuan, jumlah pelunasan pajak (minimal sejumlah yang disetujui), riwayat pengajuan Pasal 36 UU KUP, riwayat pengajuan Pasal 25 KUP.
  • Cek data SKP dan pastikan isinya sudah sesuai.
  • Isi data pengajuan keberatan secara lengkap.
  • Rekam pembayaran (apabila ada).
  • Lengkapi dengan tanda tangan elektronik dengan menggunakan Sertifikat Elektronik.
  • Apabila muncul notifikasi, maka hubungi 1500200 atau KPP Terdaftar untuk mendapatkan klarifikasi.
  • Klik “Submit”, maka pengajuan keberatan telah terkirim ke sistem DJP dan wajib pajak akan memperoleh Bukti Penerimaan Elektronik yang dikirim ke e-mail yang terdaftar.
  • DJP akan memproses pengajuan maksimal 12 bulan sejak permohonan disampaikan dan akan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

Demikianlah ulasan mengenai keberatan pajak, mulai dari pengertian, dasar hukum dibolehkannya wajib pajak mengajukan keberatan, serta syarat dan prosedur pengajuannya.