Tahun 2021 memberi angin segar bagi perusahaan pertambangan walau masih dalam tekanan pandemi Covid-19. Badan usaha pelat merah PT Bukit Asam satu di antaranya. Perusahaan yang berfokus pada penambangan batu bara ini berhasil bangkit setelah merugi di tahun lalu seiring pendapatannya menurun dari 2019.
Kinerja keuangan Bukit Asam tahun ini cenderung positif. Emiten tambang emas hitam dengan kode saham PTBA tersebut membukukan pendapatan naik 50,8 %, menjadi Rp 19,4 triliun per September 2021.
Bukit Asam Memanfaatkan Kenaikan Harga Komoditas Global
Sembilan bulan pertama 2021, laba Bukit Asam meningkat 178,7 % menjadi Rp 4,8 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, keuntungan perusahaan ini memang hanya Rp 1,7 triliun. Peningkatan tersebut turut ditopang pendapatan perusahaan yang naik dari Rp 12,8 triliun menjadi Rp 19,38 triliun.
Naiknya pendapatan dan laba dipengaruhi oleh harga komoditas global, terutama batu bara yang melambung. Berdasarkan index Newcastle (GAR 6322), rentang harga batu bara US$ 145 – 175 per ton (Rp 2,07 juta–Rp 2,5 juta). Adapun harga batu bara berdasarkan Indonesian Coal Index-3 (ICI-3) bergerak di rentang US$ 75 - 85 per ton (Rp 1,07 juta–Rp 1,21 juta).
“Kisaran indeks batu bara Newcastle dan ICI-3 masing-masing merupakan harga tertinggi dalam 13 tahun terakhir dan 10 tahun terakhir,” demikian keterangan perusahaan dalam paparan publiknya.
Berikut grafik harga batu bara acuan (HBA) dari Maret hingga November 2021 menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. HBA sendiri diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya.
Sumber Pendapatan Bukit Asam
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, sebagian besar pendapatan PTBA berasal dari penjualan batu bara. Porsi penjualan emas hitam berkontribusi 98 % atau setara Rp 19,13 triliun dari total pendapatan per September 2021.
Adapun perolehan dari penjualan batu bara Bukit Asam terbagi menjadi dua sumber. Pertama dari pendapatan pihak ketiga sebanyak 53,9 % atau Rp 10,3 triliun dan 46 % lainnya atau Rp 8,81 triliun berasal dari pihak berelasi.
Beberapa pihak yang membeli batu bara dari PTBA antara lain Perusahaan Listrik Negara, PT Indonesia Power, MIND ID Trading, PT Pupuk Sriwidjaja, dan PT Bukit Pembangkit Innovative. Dari seluruh pihak tersebut, PLN merupakan pembeli terbesar hingga 44,7 %, diikuti Indonesia Power 25 %, dan MIND ID Trading 20 %.
Sementara pemasukan Bukit Asam dari aktivitas lain menyumbang 2 % dari total pendapatan perusahaan atau setara Rp 247,4 miliar. Rinciannya, pendapatan dari pihak ketiga 98 % atau Rp 242,5 miliar, sedangkan pendapatan dari pihak berelasi 1,9 % atau Rp 4,8 miliar.
Kinerja Keuangan PT Bukit Asam Tbk (dalam miliar rupiah) | |||
Keterangan | 9M2021 | 9M2020 | YoY ( %) |
Pendapatan | Rp 19,381.80 | Rp 12,848.80 | 50.85 % |
Beban pokok penjualan dan pendapatan | -Rp 11,130.90 | -Rp 9,328.10 | 19.33 % |
Laba periode berjalan | Rp 4,853.40 | Rp 1,741.40 | 178.71 % |
Total Aset | Rp 32,191.10 | Rp 24,056.70 | 33.81 % |
Total Liabilitas | Rp 11,167.40 | Rp 7,117.60 | 56.90 % |
PTBA memiliki beberapa anak perusahaan. Beberapa di antaranya adalah PT Bukit Pembangkit Innovative (BIP) yang bergerak pada bidang pembangkit listrik tenaga uap, PT Bukit Energi Investama yang berinvestasi pada bidang pembangkit, dan PT Bukit Multi Investama yang bergerak dalam bidang perdagangan umum, jasa, percetakan, hingga perkebunan dan pertanian.
Dalam penambangan gas metana, ada PT Bukit Energi Metana, PT Bukit Asam Metana Enim, dan PT Bukit Asam Metana Ombilin yang dibangun pada area pascatambang. Dari sisi pembangkit listrik, terdapat PT Huadian Bukit Asam Power. Yang terakhir, PT Bukit Asam Transpacific Railways membangun jalur kereta api dari Tanjung Enim ke Lampung.
Sementara itu, beberapa anak usaha PTBA yang bergerak dalam bidang energi terbarukan masih dalam proses pengembangan.
Merah-Hijau Saham PTBA Bukit Asam
Sama seperti kinerja keuangannya, harga saham PTBA pun cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Berdasarkan data RTI Business, harga saham PTBA dalam tiga tahun terakhir masih terkungkung di zona merah. Per Rabu kemarin (22/12) turun 40,8 %. Begitu juga dengan pergerakannya sepanjang 2021 alias year to date (ytd) yang melemah 3,9 %.
Dalam jangka pendek, pergerakan harga saham PTBA cenderung berada di zona hijau alias naik. Enam bulan terakhir ini harga saham emiten batu bara ini melonjak 22,7 %. Begitu juga dalah dalam tiga bulan terakhir yang naik 18,4 %.
Pada perdagangan Rabu (22/12), harga saham Bukit Asam ditutup naik 0,37 % ke level Rp 2.700 per lembar saham dibandingkan transaksi hari sebelumnya. Sebanyak Rp 5,7 miliar investor asing melakukan aksi jual di seluruh market untuk saham tambang tersebut.
Bukit Asam melantai di Bursa Efek Indonesia pada 23 Desember 2002 melalui penawaran saham perdana (initial public offering). Kala itu, PTBA melepas 346,5 juta lembar saham dengan harga Rp 575 per saham. Dari IPO ini, Bukit Asam memperoleh dana Rp 199,2 miliar.
Saat ini, Bukit Asam merupakan bagian dari holding PT Indonesia Asahan Aluminium alias Inalum. Berdasarkan laporan bulanan pemegang efek per 7 Desember 2021, MIND ID, demikian Inalum mempopulerkan nama holding -nya, mengendalikan PTBA dengan menggenggam 65,93 % atau 7,5 miliar lembar saham.
Di samping itu, pemerintah juga menjadi pengendali saham emiten batu bara tersebut meskipun hanya memiliki lima lembar saham, atau kurang dari 5 %. Adapun total kepemilikan pemegang saham lainnya yang kuran dari 5 % -terdiri dari perorangan atau badan usaha- sebesar 33,78 % yang setara 3,9 miliar lembar saham.