Blok Masela, Proyek Gas Abadi yang Tak Kunjung Jalan

Katadata/Ratna Iskana
Ilustrasi, dua orang berbincang di booth Inpex Corporation dalam IPA Convex 2019 di Jakarta. Inpex merupakan operator proyek Lapangan Abadi Blok Masela.
28/11/2022, 17.16 WIB

Sejak ditemukan lebih dari 20 tahun lalu, proyek Blok Masela hingga kini belum beroperasi. Padahal, proyek migas laut dalam ini merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN).

Kemajuan proyek Abadi LNG Blok Masela terhenti usai mundurnya Shell Upstream Overseas pada Juli 2020. Hengkangnya perusahaan migas asal Belanda itu menghambat kemajuan proyek Masela senilai US$19,8 miliar atau sekitar Rp285 triliun, dan ditargetkan dapat berproduksi pada 2027. 

Sebelum menarik diri dari proyek LNG Blok Masela, Shell menguasai 35% saham participating interest (PI). Sisanya dikuasai Inpex asal Jepang sebesar 65%. Mundurnya Shell membuat Inpex kesulitan mencari investor pengganti.

“Blok masela itu terus kita dorong, yang semula dulu sebetulnya sudah akan jalan Inpex kemudian Shell, tetapi karena saat itu harganya (minyak) rendah, sehingga ada yang mundur dan pengerjaannya juga ikut mundur,” kata Presiden Joko Widodo pada awal September 2022 lalu. 

Dia berharap konsorsium untuk pengembangan proyek tersebut segera terbentuk. “Supaya proyeknya bisa segera dimulai,” kata dia. 

Blok Masela

Blok Masela merupakan lapangan minyak dan gas terbesar di Indonesia. Lokasinya berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Secara geografis lokasi Blok Masela berbatasan dengan Timor Leste dan Australia.

Cadangan Blok Masela pertama kali baru diketahui pada 2000. Ketika itu sumur eksplorasi pertama yang dibor adalah sumur Abadi-1 yang terletak di tengah-tengah struktur Abadi dengan kedalaman laut 457 meter dan total kedalaman 4.230 meter.

Blok Masela memiliki potensi cadangan gas yang sangat besar, mencapai 10,73 triliun kaki kubik (Tcf). Karena itu, Blok Masela sering disebut sebagai lapangan gas abadi. Pemerintah mengklaim cadangan gas di Blok Masela tidak akan habis sampai 70 tahun ke depan.

Pro Kontra Skema Kilang

Pembangunan Blok Masela, antara di darat dan laut, sempat menjadi pro dan kontra di kalangan internal pemerintahan. Kementerian ESDM dan SKK Migas merekomendasikan agar kilang pengolahan gas dibangun di laut (offshore).

((Baca: Rizal vs Amien di Blok Masela)

Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Desember 2010, kilang sudah diputuskan di laut atau terapung. Hal ini tertuang pada rencana pengembangan pengembangan (Plan of Development/POD) Masela yang disetujui pemerintah pada Desember 2010 atau 12 tahun setelah kontrak ditandatangani pada November 1998.

Namun, keputusan tersebut berubah di era pemerintahan Joko Widodo. Kemenko Kemaritiman dan Sumber Daya mengusulkan pembangunan di darat. Perbedaan pendapat tersebut atas pertimbangan biaya pembangunan.

Kajian Kemenko Kemaritiman menyebutkan, biaya pembangunan kilang darat sekitar US$16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut, nilai investasi lebih mahal mencapai US$22 miliar. 

Pemerintah akhirnya memutuskan pembangunan kilang pengolahan gas Blok Masela untuk dibangun di darat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap pembangunan kilang pengolahan gas Blok Masela di darat itu turut merangsang perkembangan infrastruktur di sekitarnya. Pada akhirnya berimbas terhadap ekonomi masyarakat di daerah tersebut. 

“Yang mendapat keuntungan besar jika Blok Masela jalan adalah Kepulauan Tanimbar di Saumlaki,” kata dia. 

Blok Masela (Katadata)

Perusahaan yang Tertarik Garap Blok Masela

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah menyebutkan beberapa perusahaan migas yang tertarik berinvestasi di Blok Masela. Mereka adalah PT Pertamina (Persero), ExxonMobil, Petroliam Nasional Berhad (Petronas), dan Petrochina. 

Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan calon pengembang yang akan mengambil alih 35% hak partisipasi pengelolaan Proyek Abadi LNG Blok Masela dari Shell.

Mereka akan membentuk konsorsium untuk bekerja sama dengan Inpex Corporation selaku operator Blok Masela. Konsorsium tersebut akan dipimpin oleh Inpex sebagai pemegang saham mayoritas di proyek LNG Masela. 

“Iya, pihak-pihak ini . Termasuk (PetroChina), Petronas termasuk,” kata Dwi Soejipto, Kepala SKK Migas, dikutip dari Katadata.co.id.

Dwi menuturkan, saat ini masing-masing calon investor masih melakukan kajian. Adapun ExxonMobil dan Pertamina disebut bakal melaporkan hasil studinya pada bulan November ini. “Tapi masih menunggu hasil studi masing-masing (kontraktor) dari blok itu,” katanya.