IHSG Anjlok 14,5% dalam Sepekan, Kapitalisasi Bursa Tergerus Rp 824 T
Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG di Bursa Efek Indonesia turun 14,5% dalam sepekan. IHSG bergerak dari 4.907,57 menjadi 4.194,94 pada Jumat (20/3).
Nilai kapitalisasi pasar juga turun 13,5% atau Rp 824 triliun, dari Rp 5.678,27 triliun pada pekan lalu menjadi Rp 4.854,05 triliun. Sedangkan rata-rata nilai transaksi harian dan rata-rata volume transaksi harian meningkat.
Untuk rata-rata nilai transaksi harian mengalami peningkatan sebesar 2,12% dari Rp7.821 triliun pada pekan sebelumnya menjadi menjadi Rp7.987 triliun. Kemudian, rata-rata volume transaksi harian menjadi 7.302 miliar unit saham, naik 15,35% dari 6.330 miliar unit saham pada pekan lalu.
(Baca: Tekanan Bursa Saham Imbas Corona Dinilai Lebih Berat dari Krisis 2008)
BEI juga mencatat peningkatan rata-rata frekuensi transaksi harian sebesar 12,94% sebesar 411.606 ribu kali transaksi dari 472.770 ribu kali transaksi pada penutupan perdagangan pekan lalu.
Kemudian, BEI menyebut investor asing pada hari ini mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp794,07 miliar. Sedangkan sepanjang 2020, jual bersih asing tercatat sebesar Rp10,240 triliun.
Pada pekan ini, tepatnya Senin (16/3) Pembukaan Perdagangan BEI dibuka oleh Investor Pengelola Dana Publik. BEI pun optimistis masih banyak investor asing yang mau bertransaksi di bursa saham.
"Investor Pengelola Dana Publik optimistis bahwa ini menjadi saat yang tepat untuk masuk ke pasar modal Indonesia dengan berinvestasi saham yang memiliki fundamental baik," tulis Sekretaris Perusahaan BEI Yulianto Aji Sadono dalam keterangan tertulis pada Sabtu (21/3).
IHSG pada sesi II perdagangan akhir pekan ini, Jumat (20/3) berbalik naik (rebound). Indeks tercatat naik 89,52 poin atau 2,18% ke level 4.194,94. Padahal pada sesi I hari kemarin, IHSG sempat merosot ke level 3.000 ke level 3.918,34 hanya 5 menit setelah perdagangan dibuka.
(Baca: Sempat Jatuh ke Level 3.000, Bursa Indonesia Sesi I Terburuk di Asia)
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan pasar saham Indonesia berhasil ditutup positif pada perdangangan Jumat (20/3 karena Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan periode Februari 2020 surplus sebesar USD2,34 miliar. Surplus terjadi akibat nilai ekspor sebesar USD13,94 miliar, sedangkan nilai impor sebesar USD11,60 miliar.
Tetapi melihat tekanan pada pasar Amerika Serikat (AS), dia memperkirakan IHSG berpeluang kembali tertekan turun dengan support di level 3918 sampai 3686 dan resistance di level 4238 sampai 4900.
"Awal pekan peluang tekanan, tetapi di akhir pekan kami perkirakan IHSG dapat kembali naik terbatas. Pelaku pasar harus tenang jangan panik dan tetap rasional. Lakukan akumulasi beli bagi investor yang punya jangka waktu investasi lebih dari satu tahun," ujar Hans.
Indeks AS sempat naik akibat harga minyak kembali tertekan turun akibat pandemi virus corona atau Covid 19. Menurut Johns Hopkins University di Amerika, ada lebih dari 14.000 kasus COVID-19 dengan lebih dari 200 kematian.
Di sisi lain, Departemen Tenaga Kerja mengklaim pengangguran awal di AS naik sebanyak 70 ribu menjadi 281 ribu, level tertinggi sejak September 2017. Rilis data penjualan ritel AS secara tak terduga turun pada Februari 2020 karena rumah tangga mengurangi pembelian berbagai produk dan pandemi virus korona diperkirakan akan menekan penjualan dalam beberapa bulan mendatang.
Gedung Putih sedang berupaya mendapatkan persetujuan paket stimulus sebesar US$ 850 miliar hingga lebih dari US$ 1 triliun. Hal ini di dukung anggota parlemen di Capitol Hill.
Pemerintah AS akan menggunakan dana tersebut untuk memberikan bantuan kepada individu dan UKM, serta menopang maskapai penerbangan. Tetapi peket ini belum jelas kapan disahkan.
Sebelumnya, kebijakan darurat bank sentral AS The Federal Resever memangkas suku bunga acuan menjadi 0%-0.25% dari sebelumnya 1%-1.25%, level terendah sejak 2015, dan meluncurkan program pelonggaran kuantitatif besar-besaran senilai US$ 700 miliar.
"Berbagai stimulus ini hanya mampu menaikan pasar dalam jangka pendek. Sebab, sebagian pelaku pasar melihat dampak pandemi Covid-19 cukup signifikan terhadap ekonomi dan bisnis," kata Hans.
(Baca: Wall Street Anjlok, Hapus Hasil Reli Saham sejak Pelantikan Trump )
Dia juga mencatat bursa Eropa pada akhir pekan ini berhasil bangkit dari tekanan merespon positif kebijakan bank sentral Inggris untuk mengatasi dampak virus Covid 19. Bank Sentral Inggris mengumumkan pemotongan suku bunga dan meningkatkan program pembelian obligasi.
Dalam sepekan terakhir, berbagai stimulus memang digelontorkan bank sentral dan pemerintah kawasan Eropa. Sebelumnya ECB mengumumkan "Pandemic Emergency Purchase Programme" dan akan menggunakan 750 miliar euro untuk membeli sekuritas untuk mendukung ekonomi Eropa.
ECB juga sudah mengeluarkan program quantitative easing senilai USD 821 miliar. Pemerintah Inggris juga mengumumkan paket stimulus hampir US$ 400 miliar untuk membantu bisnis melalui krisis akibat pandemi virus corona. Prancis juga meluncurkan paket US$ 50 miliar untuk membantu bisnis kecil dan karyawan.
Di sisi lain, sentimen bisnis Jerman turun pada Maret. Data pendahuluan indeks Iklim Bisnis Ifo turun ke 96,0 poin pada Februari 2020 menjadi 87,7 poin pada bulan ini. Hal itu merupakan penurunan terbesar sejak 1991 dan membawa indeks ke level terendah sejak Agustus 2009.
Langkah karantina wilayah atau lockdown yang dilakukan beberapa Negara Eropa dan sejumlah negara di benua lain membuat pembatasan aktifitas ekonomi dan sosial dan penutupan perbatasan dapat memukul perekonomian kawasan.
Hans menilai sentimen positif stimulus yang dikeluarkan biasa gagal bertahan lama di pasar akibat pandemi virus corona. Hampir 270.000 orang di seluruh dunia terjangkit Covid-19 dengan jumlah kematian sekitar 11.266.
"Koreksi masih mungkin terjadi di bursa Eropa.," ujar dia.