Wall Street Turun Lebih 7%, Terburuk Sejak Krisis Keuangan Global 2008

ANTARA FOTO/REUTERS/Andrew Kelly
Pedagang saham bekerja di lantai bursa di New York Stock Exchange (NYSE) di Manhattan, New York City, Amerika Serikat. Bursa saham AS mencatatkan koreksi harian terbesar sejak krisis keuangan global 2008.
Penulis: Happy Fajrian
10/3/2020, 07.37 WIB

Bursa saham Amerika Serikat (AS) di Wall Street, New York, mencatatkan koreksi harian terbesar sejak krisis keuangan global 2008. Koreksi Wall Street dibayangi ancaman resesi, kejatuhan harga minyak, dan ancaman penyebaran virus corona terhadap ekonomi.

Adapun indeks Dow Jones Industrial menutup perdagangan Senin (9/3) dengan koreksi hingga 2.013 poin atau 7,79%, kemudian S&P 500 turun 7,6%, sedangkan Nasdaq turun 7,29%. Sedangkan indeks future S&P 500 turun 1% setelah perdagangan berakhir.

Koreksi tersebut sempat memicu New York Stock Exchange (NYSE) untuk menghentikan perdagangan saham selama 15 menit untuk menenangkan investor yang panik. CBOE Volatility Index yang menunjukkan tingkat kegelisahan investor menyentuh level tertingginya sejak Desember 2008.

“Ada banyak ketakutan di pasar, dan jika harga minyak terus turun, ini menjadi indikasi bahwa resesi global akan segera terjadi,” kata ekonom Spartan Capital Securities, Peter Cardillo, di New York, seperti dikutip Reuters, Selasa (10/3).

(Baca: Wall Street Dibuka Anjlok 7%, Perdagangan Saham Sempat Dihentikan)

Investor menilai jika koreksi di Wall Street mencapai 20% dari level tertingginya belum lama ini bisa menandakan dimulainya pasar yang bearish, sekaligus mengakhiri tren bullish yang berlangsung selama 11 tahun.

Aksi panic selling di Wall Street dimulai ketika Arab Saudi dan Rusia gagal mencapai kesepakatan baru untuk memangkas produksi minyak mentah dunia. Padahal permintaan saat ini tengah melemah yang diakibatkan wabah virus corona yang juga menyebabkan perlambatan ekonomi global.

Harga minyak mencatatkan rekor penurunan harian terbesar sejak perang teluk pada 1991  dengan minyak jenis Brent turun 23,88% sedangkan West Texas Intermediate (WTI) turun 25,1%. Alhasil saham-saham energi di indeks S&P 500 turun hingga 20,1%.

Sementara itu perkembangan virus corona menyebar semakin luas di dunia. Hingga hari ini ada lebih dari 110.000 kasus infeksi Covid-19 di seluruh dunia yang mengganggu rantai pasok dan berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global.

(Baca: Fed Pangkas Bunga Tangkal Dampak Virus Corona, Wall Street Rontok)

Semua 11 sektor utama di indeks S&P 500, yang merupakan representasi bursa saham AS, berakhir di zona merah. Sektor energi dan sektor finansial yang sensitif terhadap perubahan suku bunga, turun paling besar.

Sementara itu saham Boeing Co. menjadi saham yang paling besar kontribusinya menekan indeks Dow Jones. Saham produsen pesawat ini turun 13,4% setelah FAA (Federal Aviation Administration’s) menolak rencana perbaikan sistem perkabelan di pesawat 737 Max.

Saham Apple Inc. juga turun 7,9% setelah penjualan telepon pintarnya di Tiongkok sampai dengan Februari 2020 jauh di bawah target 500.000 unit imbas wabah virus corona.

(Baca: IHSG Diramal Turun ke Bawah 5.000, Analis Sarankan Saham-saham Berikut)