Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai langkah pemerintah menaikan cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran sebesar 35%, dapat berdampak negatif terhadap pasar. Kenaikan tersebut berlaku mulai 1 Januari 2020 setelah keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
"Kami percaya kenaikan tersebut akan memberikan kejutan negatif bagi pasar karena cukai rokok per batang tidak pernah naik di atas 20% dalam 10 tahun terakhir," kata Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya dalam risetnya, Jumat (13/9).
Sebelum adanya keputusan itu, Mirae Asset Sekuritas mengambil sikap netral pada industri sektor tembakau. Pihaknya tengah meninjau kinerja industri tersebut, termasuk terhadap rekomendasi terhadap saham PT H.M. Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM).
(Baca: Tarif Cukai Rokok Bakal Naik 23%, Harga Eceran Lebih Mahal 35%)
Kenaikan cukai rokok sudah diantisipasi beberapa perusahaan rokok. PT Gudang Garam menyatakan telah mengkaji kenaikan harga jual produk, jika pemerintah meningkatkan tarif cukai. Namun, kenaikan bakal dilakukan dengan tetap akan mempertimbangkan daya beli masyarakat berpendapatan rendah.
Sepanjang kemampuan beli konsumen baik, peluang menaikkan harga rokok sangat terbuka. "Pass on (kepada harga jual) ini, tentunya dilakukan secara bertahap. Sayangnya, lebih banyak bergantung kepada perkembangan yang terjadi terkait daya beli masyarakat, khususnya level bawah," kata Direktur Gudang Garam Heru Budiman di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (27/8).
(Baca: Cukai Vape Diharapkan Hanya 20%, Lebih Rendah dari Rokok Kretek)
Karena itu, perusahaan masih akan memantau perkembangan daya beli masyarakat, khususnya kelas bawah.
"Kalau saya sabar menanti sampai ketentuan cukai jelas keluar. Kalau ada kenaikan (cukai), tentu adalah peningkatan beban buat kami," kata Heru.
Dia menjelaskan, kenaikan cukai tersebut membuat beban biaya perusahaan ikut meningkat. Karena itu, perseroan mempertimbangkan untuk menaikkan harga jual rokok agar keuntungan tidak tergerus.
Kepala Biro Humas Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti sebelumnya menyatakan, dalam rapat antara Presiden dan sejumlah menteri di Istana Negara, Jumat (13/9) pemerintah memutuskan menaikan cukai rokok dengan mempertimbangkan beberapa aspek. Seperti kesehatan, industri, tenaga kerja, pertanian, dan penerimana negara.
Dari aspek kesehatan, kenaikan tarif cukai rokok dilakukan guna mencegah peningkatan prevalansi atau jumlah individu yang terinfeksi akibat rokok. Terlebih, untuk mencegah infeksi terhadap wanita dan anak-anak.
(Baca: Perusahaan Rokok Raksasa Inggris Bakal PHK 2.300 Karyawan)
Dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2020, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai atas tembakau mencapai Rp 171,9 triliun. Jumlah tersebut naik dari proyeksi tahun ini yang mencapai Rp 158,9 trilun.
Hingga semester pertama tahun ini, pendapatan bea dan cukai mencapai Rp 87,6 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 65,4 triliun di antaranya diperoleh dari cukai atas tembakau.