Indeks harga saham gabungan (IHSG) turun sebesar 33,33 poin atau 0,53% ke level 6.248,80 pada akhir sesi I perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (12/8). Padahal, IHSG mengawali perdagangan hari ini dengan positif dan sempat menyentuh level 6.309,10.
Koreksi pada IHSG di sesi I ini terutama didorong oleh saham-saham di sektor finansial, konsumer, dan pertambangan. Menurut data BEI, indeks sektor finansial hingga sesi I berakhir mengalami penurunan sebesar 0,72%, konsumer turun 0,79%, sedangkan tambang turun 1,18%.
Penurunan sektor finansial terutama didorong oleh saham-saham perbankan yang dipimpin oleh saham BBCA yang turun 0,74% menjadi Rp 30.100 per saham, BMRI turun 1,01% menjadi Rp 7.375, BBNI turun 1,26% menjadi Rp 7.825, BBRI turun 0,46% menjadi Rp 4.310, BNGA turun 1,37% menjadi Rp 1.080, serta BDMN turun 1% menjadi Rp 4.950 per saham
Di sektor konsumer, saham GGRM anjlok hingga 2% menjadi Rp 72.150 per saham, diikuti UNVR yang turun 0,84% menjadi Rp 44.450, ICBP turun 0,66% menjadi Rp 11.225, HMSP turun 1,03% menjadi Rp 2.870, serta MYOR turun 0,41% menjadi Rp 2.450 per saham.
(Baca: Analis Prediksi IHSG Hari ini Bervariasi, Rekomendasi Saham Perbankan)
Sedangkan di sektor tambang, saham ANTM dan INCO yang melaju cukup tinggi sepekan kemarin hari, mengawali perdagangan pekan ini dengan bergerak di zona merah. ANTM turun 2,82% menjadi Rp 1.035 per saham dan INCO turun 2,46% menjadi Rp 3.170 per saham.
Selain itu, emiten tambang lainnya yang mencatatkan kinerja negatif pada sesi I siang ini di antaranya ADRO yang tercatat anjlok 2,74% menjadi Rp 1.065 per saham, PTBA turun 1,58% menjadi Rp 2.500, ITMG turun 1,83% menjadi Rp 14.775, MEDC turun 1,85% menjadi Rp 795, serta TRAM turun 1,74% menjadi Rp 113 per saham.
IHSG Diprediksi Bervariasi Dipengaruhi Faktor Global
IHSG sendiri hari ini diprediksi bergerak bervariasi. Sejumlah sentimen global akan mewarnai laju IHSG hari ini seperti memanasnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang kini telah meluas menjadi perang mata uang.
Di sisi lain defisit transaksi berjalan Indonesia atau current account deficit (CAD) meningkat menjadi 3,04% dari produk domestik bruto (PDB) atau mencapai US$ 8,44 miliar pada kuartal II 2019, dari US$ 6,96 miliar pada kuartal I 2019.
(Baca: Sepuluh Saham Paling Cuan Sepekan, Garuda dan Antam Naik Tinggi)
Melebarnya defisit transaksi berjalan didorong oleh penurunan kinerja ekspor ditambah faktor musiman repatriasi dividen ke luar negeri. Pos perdagangan barang dan pendapatan primer merupakan dua komponen yang paling menekan kinerja transaksi berjalan pada kuartal II 2019.
“Defisit transaksi berjalan yang melebar membuat pasar saham menjadi rentan,” kata analis Valbury Sekuritas, Alfiansyah, dalam risetnya hari ini.
Pada sesi I ini transaksi perdagangan saham di BEI tercatat mencapai Rp 3,81 triliun dari 11,66 miliar saham yang diperjualbelikan investor. Sebanyak 130 saham bergerak naik, 240 saham turun, dan 132 saham stagnan. Di sisi lain, investor asing membukukan penjualan bersih saham di pasar reguler sebesar Rp 38,43 miliar.