Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan lalu turun drastis sebesar 6,16%, hingga membuat IHSG berada di level 5.826,8 pada penutupan perdagangan Jumat (17/5). Pekan ini, tren koreksi IHSG diprediksi masih akan berlanjut seiring dengan ketidakpastian seputar pengumuman hasil penghitungan suara pemilu dan pilpres 2019 pada Rabu (22/5) mendatang.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai pekan ini merupakan pekan yang krusial bagi pasar modal dalam negeri. Pelaku pasar diprediksi akan mengambil sikap 'wait and see', menunggu diumumkannya hasil pemenang pemilu dan pilpres 2019.
Pasalnya, sekali pun Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan hasil final penghitungan suara pemilu Rabu besok, kondisi pasar belum cukup kondusif karena antisipasi pelaku pasar apakah akan ada gugatan dari pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil penghitungan suara hingga 26 Mei 2019 atau tidak.
"Oleh sebab itu, kami melihat pekan ini merupakan pekan yang cukup tinggi tensinya. Oleh sebab itu akan mendorong IHSG untuk bergerak melemah," kata Nico kepada Katadata.co.id, Minggu (19/5).
(Baca: Dampak Berantai Perang Dagang AS - Tiongkok terhadap Ekonomi Indonesia)
Bahkan potensi koreksi terhadap IHSG cukup besar mengingat pasar akan libur cukup panjang karena libur dan cuti bersama Idul Fitri 1440 H. Sehingga, menurut Nico, pasar modal baru bisa kembali membaik setelah lebaran usai dan situasi kembali kondusif.
Sentimen Perang Dagang Belum Usai
Selain dari dalam negeri, situasi dan kondisi global terkait perang dagang antara dua perekonomian terbesar di dunia, Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang memanas, juga akan menjadi sentimen yang harus diperhatikan. Sentimen ini sebenarnya sudah mulai dirasakan sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap produk Tiongkok dua pekan lalu.
Menurut Nico, pekan ini sentimen perang dagang berasal dari Tiongkok yang menyatakan mulai 'malas' untuk melakukan kesepakatan dengan AS. Hal itu membuat tensi perang dagang kian memanas, terlebih negosiasi ulang dengan tenggat waktu 180 hari akan menjadi bagian dari ketidakpastian tersebut.
"Karena hal itu akan meningkatkan ketidakpastian yang lebih besar bagi dunia," kata Nico. Untuk itu dia memperkirakan IHSG bakal melaju pada level antara 5.790 hingga 5.863 dengan potensi melemah. Bahkan, titik krusial IHSG pekan ini berada di level 5.735.
(Baca: Menteri Darmin Waspadai Perang Dagang yang Tak Akan Cepat Selesai)
Analis Indosurya Sekuritas William Surya Wijaya memperkirakan IHSG khusus pada hari ini, Senin (20/5) bakal melaju pada level antara level 5.789 hingga 5.977. Sentimen yang mempengaruhi karena menjelang rilis resmi hasil rekapitulasi pasca pesta demokrasi yang telah berlangsung.
"Hasil yang merupakan bentuk dari kepastian yang terjadi, tentunya akan turut mendorong tingkat kenyamanan dari para investor untuk kembali masuk ke dalam pasar modal Indonesia sebagai salah satu wahana investasi," kata William melalui risetnya. Sehingga William menilai hari ini peluang kenaikan IHSG masih akan terlihat.
Secara teknikal Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menilai IHSG masih bakal melaju melemah pada perdagangan hari ini dengan berpeluang menuju ke area support. Support pertama mau pun kedua memiliki range pada level 5.790,1 hingga 5.753,4. Sementara, level resistance pertama maupun kedua memiliki range level 5.900,2 hingga 5.973,6.
Perdagangan Pekan Lalu
Koreksi yang begitu besar pada IHSG sepanjang pekan lalu bisa terjadi karena beragam sentimen negatif yang menerpa pasar modal dalam negeri, baik dari kondisi global maupun dalam negeri.
Dari sisi eksternal, meningkatnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok mempengeruhi IHSG pekan lalu. Dilansir dari Reuters, Tiongkok pada Senin (13/5) mengumumkan untuk menaikkan tarif terhadap US$ 60 miliar produk asal AS, termasuk di dalamnya sayuran beku dan gas alam cair.
(Baca: Total Setoran Dividen Bank BUMN Rp 18,5 Triliun, yang Terbesar BRI)
Sikap Tiongkok tersebut sebagai aksi balasan terhadap kenaikan tarif impor barang senilai US$ 200 miliar asal Tiongkok. Apalagi pemerintah AS tengah mempersiapkan kenaikan tarif baru terhadap US$ 300 miliar produk Tiongkok yang selama ini belum tersentuh perang dagang.
Dari dalam negeri, rilis neraca perdagangan Indonesia yang membukukan defisit neraca perdagangan, membuat IHSG terpukul. Dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (15/5), IHSG pada hari itu terkoreksi 1,49%, menjadi koreksi terdalam sepekan ke belakang.
BPS merilis data neraca perdagangan Indonesia periode April 2019 dengan defisit sebesar US$ 2,56 miliar setelah dua bulan sebelumnya mencatatkan surplus. Defisit tersebut merupakan defisit neraca dagang terburuk sepanjang sejarah Indonesia.
Seiring turunnya IHSG, nilai kapitalisasi pasar juga mengalami penurunan sebesar 6,15% menjadi Rp 6.629,63 triliun dari Rp 7.064,09 triliun pada penutupan pekan sebelumnya. Meski rata-rata volume transaksi harian mengalami kenaikan sebesar 1,43% menjadi 12,74 miliar unit saham dari 12,56 miliar unit saham, sayangnya rata-rata nilai transaksi harian mengalami penurnan sebesar 14,38% menjadi Rp7,74 triliun dari Rp9,04 triliun pada pekan sebelumnya.
Sementara, untuk rata-rata frekuensi transaksi harian selama sepekan ke belakang, mengalami penurunan sebesar 0,29% menjadi 408,03 ribu kali transaksi dari 409,21 ribu kali transaksi pada pekan sebelumnya. Sementara, sepekan ke belakang investor asing melakukan jual bersih di pasar modal dengan nilai Rp 3,63 triliun. Meski begitu, sepanjang 2019 investor masih tercatat beli bersih senilai Rp 54,43 triliun.
(Baca: Empat Hari Berturut IHSG Anjlok Terkoreksi Lebih dari 1%)