Arus modal asing diprediksi bakal semakin deras masuk ke pasar keuangan Indonesia pasca-Pemilu 2019. Pemilu yang berlangsung aman dan ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi Asia yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya menjadi katalis bagi pasar keuangan Indonesia.
Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan mengatakan, dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia mencapai Rp 15 triliun pada periode 18-22 April 2019. "Sebenarnya dana yang siap masuk lebih besar lagi, tetapi investor asing melihat investor lokal masih adem-ayem sehingga menahan diri," kata Katarina di kantornya, Jakarta, Kamis (2/5).
Berdasarkan data RTI, nilai pembelian bersih (net buy) investor asing di pasar saham sejak awal tahun ini mencapai Rp 65,06 triliun. Adapun dana asing yang masuk ke pasar obligasi menurut data Kementerian Keuangan mencapai Rp 69,09 triliun.
Investor asing kini menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei mendatang. Menurutnya, siapapun pemenang dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 tidak akan terlalu berpengaruh pada keputusan investasi para pelaku pasar.
Secara umum, MAMI optimistis terhadap prospek pasar saham maupun obligasi tahun ini. Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dan Bank Sentral Eropa (ECB) dinilai akan lebih akomodatif pada tahun ini. "Tekanan untuk menaikkan suku bunga akan berkurang dan pemerintah memiliki keleluasaan untuk mengimplementasikan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi," kata Katarina.
Pertumbuhan ekonomi Asia pada 2019 akan berada di angka 6,3% sedangkan pertumbuhan negara-negara berkembang 4,4%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,3%, AS sebesar 2,3%, pertumbuhan negara-negara maju 1,8%, dan kawasan Eropa 1,3%.
Pada 2020, pertumbuhan ekonomi Asia diprediksi bertahan di angka 6,3% sedangkan negara-negara berkembang 4,8%. Adapun pertumbuhan ekonomi global akan berada di angka 3,6%, AS tumbuh 1,9%, negara maju 1,5%, dan kawasan Eropa 1,5%. Adapun ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh di angka 5,3-5,4% pada periode 2019-2020.
(Baca juga: Katadata Sentiment Index: IHSG April 2019 Bearish Karena Faktor Global)
Indikator Ekonomi Mendukung Pasar Keuangan
Sejumlah indikator ekonomi lainnya pun mendukung. Angka pengangguran pada 2018 yang berada di level 5,34% merupakan yang terendah dalam 20 tahun terakhir. Inflasi terkendali di bawah target 3,5% dan investasi tumbuh 6,01% pada 2018. Namun, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk memperbaiki defisit neraca berjalan yang mencapai 2,98% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2018.
Katarina mengatakan, hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan ekspor non-komoditas. Selain itu, kebijakan untuk mendorong rantai pasokan produk ekspor manufaktur juga harus disiapkan, seperti ketersediaan listrik, sumber air, hingga insentif untuk produksi bahan baku dan barang setengah jadi. Pemerintah telah menetapkan lima sektor prioritas pada manufaktur, yakni otomotif, tekstil, elektronika, kimia, makanan dan minuman.
Oleh karena itu, sektor-sektor saham yang direkomendasikan Manulife pun tidak jauh dari kelima sektor tersebut. Perkembangan sektor manufaktur juga diproyeksikan akan meningkatkan permintaan terhadap saham-saham emiten penyedia lahan kawasan industri. Untuk saham sektor konsumer, Manulife akan lebih selektif dan menghindari saham yang valuasinya sudah tinggi (mahal).
Hingga akhir tahun ini, Manulife Asset Manajemen Indonesia memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada di level 6.900-7.100 poin. Hal ini menunjukkan ada potensi kenaikan sebesar 11,4%-14,6% terhadap penutupan IHSG akhir tahun lalu sebesar 6.194 poin.
(Baca: INDEF: Apapun Hasil Pilpres 2019, Investor Asing Tetap Lirik Indonesia)