Pemilu Indonesia di Mata Media Asing

Hari Widowati
18 April 2019, 11:19
Anggota KPPS mencatat perolehan suara saat penghitungan suara Pemilu serentak 2019 di TPS 77 Pondok Jaya, Cipayung, Depok, Jawa Barat, Rabu (17/4/2019).
ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Anggota KPPS mencatat perolehan suara saat penghitungan suara Pemilu serentak 2019 di TPS 77 Pondok Jaya, Cipayung, Depok, Jawa Barat, Rabu (17/4/2019).

Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang berlangsung serentak pada 17 April 2019 disebut sebagai pemilihan umum terbesar di dunia yang dilaksanakan dalam satu hari. Perhelatan akbar ini tak luput dari perhatian media-media asing.

Hasil hitung cepat (quick counts) dari beberapa lembaga survei independen yang menunjukkan pasangan calon (paslon) Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul dari paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menjadi diangkat sebagai ulasan mereka hari ini. Situs Aljazeera.com menyebut Jokowi berpotensi terpilih sebagai presiden untuk kedua kalinya. Hasil hitung cepat menunjukkan Jokowi-Ma'ruf memperoleh suara 55% sedangkan Prabowo-Sandi 45%.

Analis Politik Judith Jacob, yang diwawancarai Aljazeera, menilai Pemilu 2019 ini terlalu menekankan pada peran agama. "Agama bukan satu-satunya bagian dari cerita ini meskipun peranannya penting dalam Pemilu," kata Jacob. Ia menyebut ada kecenderungan di antara para pengamat politik dan jurnalis untuk menggabungkan konsep kesalehan beragama, indentitas agama, serta intoleransi dan kekerasan agama sebagaimana definisi sempit terhadap Islam.

Ia juga menilai faktor ekonomi menjadi perhatian dari para pemilih. "Pelemahan rupiah, kekhawatiran terhadap angka pertumbuhan ekonomi, dan meningkatnya defisit transaksi berjalan menjadi bahan bagi oposisi untuk mengkritik pemerintah," ujarnya.

Aljazeera juga menyoroti masalah yang dihadapi sejumlah pemilih. Beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) kehabisan surat suara. Ada juga masalah administratif, seperti pemilih yang pindah TPS atau belum terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Penghitungan TPS
Penghitungan TPS (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

(Baca: KPU Akui Ada Kendala Logistik dalam Proses Pemungutan Suara)

Presiden Baru Menghadapi Tantangan Berat

Daniel Moss dalam kolom Opini di Bloomberg.com  menyatakan, Jokowi yang diproyeksikan menang dalam Pilpres 2019 menghadapi realitas yang tidak menggembirakan. Defisit neraca transaksi berjalan menjadi salah satu penyebab nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ekspor komoditas yang menjadi andalan Indonesia juga menghadapi tantangan dengan melambatnya ekonomi Tiongkok.

Perubahan orientasi ekonomi harus dilakukan di awal periode kedua pemerintahan Jokowi. Ekspor dari sektor manufaktur perlu ditingkatkan untuk mengatasi defisit transaksi berjalan. Indonesia juga dinilai belum memiliki peran dalam rantai pasokan global. Hal ini menunjukkan Indonesia tertinggal jika dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Salah satu penyebabnya adalah iklim investasi dan kemudahan berusaha yang belum signifikan membaik.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...