Menutup pekan ketiga perdagangan saham di tahun 2019, pasar modal Indonesia kembali menunjukkan kinerja yang positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan peningkatan sebesar 1,36% ke level 6.448,16 dari 6.361,46 pada penutupan pekan sebelumnya.
Sejalan dengan IHSG, nilai kapitalisasi bursa juga mengalami peningkatan sebesar 1,38% menjadi sebesar Rp 7.317,97 triliun dari Rp 7.218,11 triliun pada penutupan pekan sebelumnya. Data rata-rata perdagangan harian sepekan ini juga mengalami peningkatan. Rata-rata volume transaksi harian saham naik 1,47% menjadi 12,95 miliar saham dari 12,76 miliar saham pada pekan sebelumnya.
Sedangkan rata-rata nilai transaksi saham harian naik 1,73% menjadi Rp 9,35 triliun dari Rp9,19 triliun pada penutupan pekan sebelumnya dan untuk rata-rata frekuensi transaksi harian BEI mengalami peningkatan sebesar 1,27 persen menjadi 491,54 ribu kali transaksi dari 485,37 ribu kali transaksi.
Pada pekan ini dana asing masuk membanjiri pasar saham Indonesia. Investor asing mencatatkan beli bersih saham sebesar Rp 6,39 triliun meningkat 96,62% dibandingkan pekan sebelumnya yang sebesar Rp 3,25 triliun. Sehingga, sampai dengan pekan ketiga tahun ini, investor asing telah mencatatkan beli bersih sebesar Rp 10,43 triliun.
(Baca: Dana Asing Sejak Awal Tahun Masuk ke Indonesia Rp 14,75 Triliun)
Bursa saham Indonesia juga kedatangan dua perusahaan yang melakukan pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO). Pada Jumat (18/1) BEI resmi mencatatkan dua emiten baru yaitu PT Citra Putra Realty Tbk dengan kode saham CLAY, dan PT Nusantara Properti Internasional Tbk dengan kode saham NATO. Sehingga jumlah emiten baru sampai pekan ketiga 2019 sebanyak lima emiten.
Beberapa sentimen dari dalam negeri yang memengaruhi laju IHSG pada pekan ketiga ini antara lain penyampaian data neraca perdagangan Indonesia (NPI) untuk tahun 2018 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). NPI 2018 mencatatkan defisit sebesar US$ 8,57 miliar yang rekor defisit terbesar sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
Selain itu, pada Kamis (17/1) lalu Bank Indonesia mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang memutuskan untuk menahan suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate, pada level 6%. Tingkat bunga ini telah bertahan sejak November tahun lalu. Keputusan tersebut berdasarkan pertimbangan berbagai faktor domestik dan global, termasuk kenaikan bunga acuan Amerika Serikat (AS) yang diprediksi tidak seagresif tahun lalu.
Ditahannya level bunga acuan BI ini membuat prospek industri keuangan menjadi lebih cerah karena perbankan jadi tidak harus melakukan penyesuaian suku bunga pinjaman. Sehingga, akan lebih mudah mencapai target pertumbuhan kredit tahun ini yang di kisaran 12% sampai 14% menurut proyeksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
(Baca: Sektor Tambang Melesat, IHSG Naik 0,49%)
Saham-saham di sektor keuangan pun kinerjanya naik cukup tinggi selama sepekan ini, yakni sebesar 2,49%, dan berkontribusi cukup besar mendorong kinerja IHSG. Namun, sektor yang paling berjasa mendorong kinerja IHSG selama sepekan terakhir yaitu sektor tambang yang melesat naik 2,91%. Kinerja saham-saham sektor tambang salah satunya didorong oleh naiknya harga batu bara yang menembus level US$ 100/metrik ton.
Kinerja Indeks Sektoral IHSG pada Pekan Ketiga 2019:
Sektor | Nilai Indeks | Perubahan (%) |
Barang Konsumsi | 2.607,29 | 0,81% |
Tambang | 1.880,92 | 2,94% |
Manufaktur | 1.658,54 | 0,16% |
Pertanian | 1.583,29 | -0,89% |
Aneka Industri | 1.443,38 | 2,36% |
Keuangan | 1.234,25 | 2,49% |
Infrastruktur | 1.149,24 | 3,12% |
Industr Dasar | 889,69 | 0,91% |
Perdagangan | 797,09 | 0,61% |
Properti | 471,62 | -0,18% |
Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI)
Selain itu, juga pada Kamis (17/1), debat perdana Pemilihan Umum Presiden antara dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) diselenggarakan. Namun, analis menilai debat ini tidak akan memengaruhi laju IHSG.
"Debat Capres kan upaya meyakinkan masyarakat, semuanya pasti bagus-bagus. Sehingga sulit melihat dampaknya kepada IHSG," kata Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan, Kamis (17/1). Dia mengatakan, yang dapat mempengaruhi laju IHSG ketika proses Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sudah masuk pada tahap pencoblosan April mendatang.
(Baca: Pilpres Mampu Pengaruhi Investor Asing di Pasar Modal)
Sementara itu sentimen dari eksternal masih seputar berlanjutnya government shutdown di Amerika Serikat (AS). The Fed telah memperkirakan, setiap sepekan penutupan tersebut berlangsung, pertumbuhan ekonomi AS turun 0,1%. Sedangkan Fitch Ratings menyatakan, peringkat surat utang AS akan turun jika penutupan ini tidak segera berakhir.
Inggris juga tengah menghadapi polemik setelah hasil pemungutan suara di parlemen menunjukkan sebagian besar anggota parlemen menolak kesepakatan Brexit antara Inggris dan Uni Eropa (UE). Dengan UE yang menolak adanya re-negosiasi kesepakatan tersebut, bisa jadi Brexit akan tetap terjadi tanpa ada kesepakatan apapun antara Inggris dan UE.
Sedikit aura positif datang dari Tiongkok. Setelah data ekspor/impor yang mengecewakan pada bulan Desember 2018, dengan ekspor terkoreksi 4,4% dan impor turun 7,6%, pemerintah Tiongkok bergerak cepat untuk mencegah semakin melambatnya perekonomian Tiongkok dengan mengeluarkan stimulus. Salah satu stimulus tersebut berupa pemangkasan pajak.
Juga proses negosiasi dagang antara AS dan Tiongkok yang akan dilanjutkan pada akhir bulan ini di Washington DC, AS. Investor melihat hal ini sebagai komitmen kedua negara tersebut untuk mencari jalan keluar perang dagang yang telah berdampak besar terhadap perekonomian keduanya.
(Baca: Optimisme Seputar Perang Dagang Menyebar, Kurs Rupiah Hadapi Tekanan)