BEI Minta Divestasi Freeport Lewat Bursa, Kepemilikan Asing Dibatasi

Katadata | Arief Kamaludin
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Pingit Aria
30/8/2017, 14.32 WIB

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berupaya agar PT Freeport Indonesia bisa mendivestasikan sebagian dari 51 persen saham nya melalui pasar modal. Cara ini dinilai sebagai langkah meratakan pendapatan dari perusahaan tambang raksasa tersebut untuk rakyat Indonesia.

Agar kepemilikan saham tersebut tak jatuh ke tangan asing, Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, pemerintah dapat membuat regulasi khusus. "Kalau perlu selama dua tahun asing tidak boleh beli. Itu bisa kami bikin," ujar Direktur Utama BEI Tito Sulistio saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (30/8).

Tito memastikan, melalui produk yang ada, pelepasan saham di bursa adalah cara paling mudah agar masyarakat dapat memiliki saham perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat ini. Kemudian, dengan masuk ke bursa, masyarakat juga akan mengetahui secara terbuka mengenai laporan keuangan dan kinerja Freeport.

(Baca juga: Investor Asing Cemas Soal Divestasi, Harga Saham Freeport Turun 2%)

Hanya, ia menyebut, masih ada proses lebih lanjut seperti valuasi harga saham yang ingin dilepas. Karenanya, Tito mengatakan, butuh waktu cukup panjang untuk membuat Freeport melantai di bursa. Apalagi, keputusan pemerintah akan hal ini pun belum dapat dipastikan.

"Jadi terus terang, 51 persen ini baru keputusan politiknya. Untuk harga itu game ke dua," ujarnya.

Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akhirnya menyelesaikan proses perundingan yang sudah berlangsung sejak Februari lalu. Kedua belah pihak akhirnya memperoleh lima kesepakatan mulai dari divestasi saham hingga perpanjangan kontrak.

(Baca juga: Ini Kesepakatan Negosiasi Versi Freeport)

Adapun kesepakatan pertama yakni mengenai dasar hukum PT Freeport Indonesia. Hasil negosiasi itu memutuskan landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK).

Kedua, divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional Indonesia. Namun hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport Indonesia.

Ketiga, PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada Oktober 2022. Kecuali terdapat kondisi kahar (force majeur).

(Baca juga: Wawancara Khusus Jonan: Prinsip Presiden, Freeport Tak Bisa Ditawar)

Keempat, Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT Freeport Indonesia.

Kelima, setelah PT Freeport Indonesia menyepakati empat poin di atas, mereka bisa mendapatkan perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga 2041. Ini sesuai dengan yang diatur dalam IUPK.

Reporter: Miftah Ardhian