Harga saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) melesat 16,27% menjadi Rp 10.900 per saham pada perdagangan Senin (22/2). Kenaikan ini membuat secara total saham Bank Jago menguat hingga 62,68% sejak awal Februari 2021, sehingga turut melambungkan nilai kapitalisasi pasar (market cap) Bank Jago.
Berdasarkan RTI Infokom, kini kapitalisasi pasar Bank Jago menembus Rp 118,33 triliun. Membuat Bank jago menduduki posisi keempat sebagai bank terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia.
Posisi Bank Jago tersebut, menyalip Bank Negara Indonesia (BBNI) dengan kapitalisasi Rp 110,49 triliun dan Bank Syariah Indonesia (BRIS) yang berkapitalisasi Rp 113,65 triliun.
Posisi Bank Jago ini berada di belakang Bank Central Asia (BBCA) yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar di Bursa yang mencapai Rp 837,04 triliun. Setelahnya, ada Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dengan kapitalisasi pasar Rp 590,83 triliun dan Bank Mandiri (BMRI) dengan kapitalisasi Rp 297,5 triliun.
Jika dibandingkan dengan seluruh saham di Bursa Efek Indonesia, kapitalisasi pasar saham Bank Jago menduduki posisi ke-sepuluh. Beberapa emiten yang nilai kapitalisasi pasarnya di bawah Bank Jago seperti Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) yang harganya Rp 100,58 triliun dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) Rp 71,34 triliun.
Pemilik Bank Jago yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama di perusahaan, Jerry Ng mengatakan saat ini manajemen Bank Jago sudah siap untuk menjalankan rencana kerja yang sudah dibentuk sebelumnya. Bank Jago yang dulu bernama Bank Artos, disulap menjadi bank digital.
"Fokus utama dari management Bank Jago sekarang adalah eksekusi rencana kerja. Mohon dukungannya!" kata Jerry Ng ketika dihubungi oleh Katadata.co.id, Senin (22/2).
Kenaikan harga saham Bank Jago bukan hanya terjadi baru-baru ini. Ini terjadi sejak akuisisi yang dilakukan oleh Jerry Ng melalui PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan Patrick Walujo lewat Wealth Track Technology Limited (WTT). Akuisisi ini resmi dilakukan pada akhir 2019.
Berdasarkan keterbukaan informasi saat itu, keduanya mengakuisisi 615,18 juta saham seharga Rp 395 per saham. Maka, total transaksi saham keduanya mencapai Rp 243 miliar.
Lebih rinci, MEI mengakuisisi 454,15 juta saham yang sebelumnya bernama Bank Artos atau setara 37,65% dari total. Maka, nilai transaksinya Rp 179,39 miliar. Sedangkan, WTT mengakuisisi 161,03 saham atau sekitar 13,35%. Maka, total transaksinya Rp 63,6 miliar.
Jika ditarik ke satu tahun ke belakang, harga saham Bank Jago pada perdagangan 21 Februari 2020, harganya masih Rp 526 per saham. Sedangkan saat ini sudah menembus Rp 10.900 per saham. Artinya hanya dalam setahun, sahamnya sudah naik hingga 1.969%. Kenaikan yang signifikan terjadi sejak Desember tahun lalu.
Peluang Bisnis Bank Jago Masih Besar
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai, saham bank Jago memang tidak bisa dilihat dari segi valuasi saja. Menurutnya, saham ini perlu dilihat dari segi potensi bisnisnya ke depannya.
"Kalau bicara soal saham Bank Jago, tidak bicara valuasi. Bicara Bank Jagi maka perlu bicara soal potensi," ujarnya kepada Katadata.co.id, Senin (22/2).
Selain dimiliki oleh pebisnis dan bankir senior, Bank Jago juga baru saja memiliki investor anyar sejak akhir tahun lalu. Gojek, melalui anak usahanya, melakukan akuisisi sehingga kini memiliki saham Bank Jago sebesar 22,16%. Menurut Nico, Gojek merupakan salah satu perusahaan dengan ekosistem bisnis yang besar di Tanah Air.
Karena punya ekosistem yang begitu besar pada salah satu induk usahanya dengan memiliki banyak pengguna, bisa menjadi salah satu tolak ukur bank ini kelak menjadi bank yang besar. Apalagi, dengan banyaknya pengguna, bisa menjadi sumber pendapatan bagi induk maupun akan usahanya.
"Sehingga, wajar bahwa Bank Jago nanti menjadi bank digital dari Gojek, menjadi salah satu leading company khususnya di bank digital," kata Nico.
Isu yang kedua yang mampu mempengaruhi harga saham Bank Jago adalah terkait dengan peluang bergabungnya (merger) Gojek dengan Tokopedia. Kedua perusahaan rintisan yang saat ini berstatus decacorn tersebut, bisa saling melengkapi dan membuat ekosistemnya semakin luas.
"Perusahaan-perusahaan di bawahnya pasti akan terkena dampaknya, termasuk Bank Jago. Ini merupakan salah satu poin yang perlu diperlukan, bukan valuasi tapi soal proyeksi di masa depan," kata Nico.