Rencana penawaran saham perdana ke publik atau IPO GoTo, grup bisnis teknologi gabungan Gojek dan Tokopedia, terus menjadi perbincangan. Demi menyambut unicorn teknologi, Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan menyesuaikan kebijakan dengan meluncurkan IDX Industrial Classification (IDX-IC), klasifikasi baru dalam sektor saham sejak 25 Januari 2021.
Lalu, bagaimana sebenarnya prospek saham emiten di sektor teknologi?
Salah satu klasifikasi baru yaitu, sektor teknologi (IDX-TECHNO) yang dihuni oleh saham 19 emiten. Berdasarkan data bursa, kinerja indeks sektor teknologi ditutup di level 3.184 pada perdagangan Selasa (18/5). Angka ini terlihat cemerlang karena meningkat hingga 69,99% dari level saat indeks diluncurkan yakni, 1,873.
Saat indeks dibentuk pada 25 Januari 2021, tercatat baru ada 17 saham yang tercantum dalam sektor teknologi. Baru pada 30 Maret 2021, total saham penghuni sektor ini bertambah menjadi 19 saham hingga mendorong indeks bergerak ke level 2.927.
Berdasarkan data dari Stockbit, PT DCI Indonesia Tbk (DCII) merupakan emiten dengan nilai kapitalisasi pasar tertinggi di sektor teknologi, senilai Rp 26,22 triliun pada perdagangan hari ini, Selasa (18/5). Saham DCII sejak penerapan klasifikasi baru, memang mengalami kenaikan hingga 130% menjadi Rp 11.000 per saham.
Saham berkapitalisasi pasar besar lainnya adalah PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) senilai Rp 5,81 triliun. Saham ini juga tercatat mengalami kenaikan signifikan sebesar 222% menjadi Rp 755 per saham pada hari ini dibandingkan 25 Januari 2021.
Berikutnya, ada saham PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) yang memiliki nilai kapitalisasi pasar besar di sektor teknologi yaitu Rp 4,3 triliun. Saham MCAS tercatat mengalami kenaikan 19,57% sejak indeks teknologi diimplementasikan, menjadi berada di harga Rp 4.950 per saham pada hari ini.
Berdasarkan nilai kapitalisasi pasarnya, saham-saham di sektor teknologi terbilang kecil dibandingkan dengan di sektor lainnya. Sebut saja, sektor finansial yang dihuni perusahaan berkapasitas jumbo seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang berkapitalisasi pasar Rp 787,73 triliun, emiten berkapitalisasi pasar terbesar di Indonesia.
Di sektor industrial, ada saham PT Astra International Tbk (ASII) yang memiliki nilai kapitalisasi mencapai Rp 208,49 triliun. Lainnya, ada saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang masuk dalam sektor infrastruktur, dimana nilai kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 315,02 triliun.
Kepala Riset Reliance Sekuritas Lanjar Nafi mengatakan, karena saham-saham di sektor teknologi tergolong memiliki nilai kapitalisasi pasar kecil, membuat sektor IDX-TECHNO mudah sekali digerakkan oleh saham-saham yang mengalami penguatan signifikan. Saham-saham tersebut rata-rata bergerak pada jasa teknologi informasi dan perangkat keras komputer.
Lanjar menilai, prospek sektor teknologi dari kacamata kemajuan bisnis digital memang sangat menjanjikan. Salah satu faktornya karena tingginya minat pengguna jasa teknologi informasi menyambut era digitalisasi.
"Yang secara masif dan secara cepat berkembang di tengah pembatasan kegiatan akibat pandemi Covid-19, menjadi salah satu faktornya," kata Lanjar kepada Katadata.co.id, Selasa (18/5).
Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi menilai pada dasarnya ada dua kriteria saham yang bisa disebut menarik di mata investor. Pertama, pengetahuan investor tentang proses bisnisnya. Kedua, size dari saham tersebut, baik secara kapitalisasi pasar maupun free float-nya.
Menurutnya, masih banyak investor yang belum mengetahui proses bisnis perusahaan teknologi. Selain itu, kapitalisasi pasar yang kecil, juga membuat saham sektor teknologi tidak terlalu menarik bagi investor saat ini.
"Sebagus apapun bisnis perusahaan, kalau investor tidak familiar dengan bisnisnya dan size-nya kecil, jadi tidak terlalu menarik investor," kata Wafi kepada Katadata.co.id, Selasa (18/5).
Untuk itu, kehadiran perusahaan besar di sektor teknologi yang bisnisnya sudah dikenal luas oleh masyarakat, terutama investor, bisa membawa angin segar bagi indeks sektor teknologi. "kalau yang sekarang, rata-rata size kecil dan bisnis tidak familiar, investor juga tidak percaya diri buat masuk," katanya.
Wafi mengambil contoh rencana GoTo (perusahaan merger Gojek dan Tokopedia) untuk melantai di Bursa melalui initial public offering (IPO). Menurutnya, GoTo merupakan perusahaan teknologi yang memenuhi dua syarat saham menarik di mata investor, baik dari bisnis yang familiar maupun potensi size yang besar.
Sehingga jika GoTo atau perusahaan rintisan berstatus unicorn ke atas melakukan IPO, investor bisa mulai mempelajari bisnis di industri teknologi lainnya. "Betul bisa membawa angin segar bagi sektor IDX TECHNO," kata Wafi menambahkan.
Wafi mengakui, daya tarik GoTo di pasar saham tergantung dari valuasi sahamnya. Jika, tidak cocok dengan ekspektasi pasar, bisa menyurutkan minat investor. Namun, potensi valuasi dan kapitalisasi pasar yang besar dari GoTo, dipercaya lebih besar dari Astra ataupun Telkom.
Berdasarkan rilis GoTo, perusahaan mengaku valuasinya mencapai US$ 18 miliar atau setara Rp 257,04 triliun (kurs: Rp 14.280 per US$). Valuasi tersebut berdasarkan putaran penggalangan dana Gojek pada 2019 dan Tokopedia pada awal 2020 lalu.
Sementara itu, data CB Insights menunjukkan valuasi dari GoTo pada April 2021 setelah bergabung mencapai US$ 17 miliar atau setara dengan Rp 242,76 triliun. Valuasi menurut CB Insights ini, menempatkan GoTo pada urutan ke-12 sebagai perusahaan rintisan dengan valuasi terbesar di dunia.