OJK Sebut Resesi Ekonomi Global Hampir Pasti Terjadi 2023

Dok. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar
Penulis: Lavinda
4/10/2022, 07.38 WIB

Stance kebijakan moneter ini dilakukan oleh mayoritas bank sentral global, termasuk Bank Indonesia yang menaikkan BI7DRR sebesar 50 bps. Hal ini mendorong kekhawatiran resesi global meningkat, sehingga lembaga internasional seperti Bank Dunia, ADB, dan OECD menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi global.

Di tengah revisi ke bawah prospek pertumbuhan global, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dinaikkan di tahun 2022 seiring dengan masih tingginya harga komoditas dan terkendalinya pandemi.

Indikator perekonomian terkini juga mengkonfirmasi berlanjutnya kinerja positif perekonomian Indonesia, antara lain terlihat dari neraca perdagangan yang melanjutkan surplus, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur di zona ekspansi, dan indeks kepercayaan konsumen yang tetap optimis.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia menurut besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp 4,92 kuadriliun pada kuartal II 2022.

Sementara menurut PDB atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, ekonomi Indonesia mencapai Rp 2,93 kuadriliun pada kuartal II 2022, tumbuh 3,72% dibanding kuartal sebelumnya.

Jika dibandingkan dengan kuartal II 2021, ekonomi domestik tumbuh 5,44% secara tahunan. Angka ini sudah melampaui tingkat pertumbuhan pra-pandemi tahun 2019, seperti terlihat pada grafik.

Menurut Kepala BPS Margo Yuwono, di tengah tekanan inflasi dan ancaman resesi global, ekonomi Indonesia yang mampu tumbuh impresif ini menandakan tren pemulihan ekonomi terus berlanjut dan semakin kuat.

Kepala BPS Margo Yuwono juga menjelaskan, kinerja ekonomi Indonesia sepanjang kuartal II 2022 dipengaruhi oleh faktor domestik dan global.

Secara global, gangguan rantai pasokan dunia berdampak pada kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia dan memberikan windfall terhadap kinerja ekspor.

Secara domestik, pelonggaran pembatasan mobilitas penduduk dan momen hari raya Idul Fitri mendorong ekspansi konsumsi masyarakat sekaligus menjadi stimulus peningkatan suplai.

"Kebijakan subsidi dan bantuan sosial serta pengekangan suku bunga cukup efektif dalam mengendalikan inflasi domestik, menjaga daya beli masyarakat, dan menjaga kondisi dunia usaha tetap kondusif," kata Kepala BPS dalam konferensi pers daring, Jumat (5/8).

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid