Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini akan membuat regulasi soal crowdfunding untuk memberi alternatif investasi. Crowdfunding ini adalah model pendanaan dari sejumlah orang untuk membiayai suatu perusahaan atau proyek. Pengembalian uang dapat berupa saham (equity based crowdfunding) hingga kompensasi.
Direktur Grup Inovasi Keuangan digital dan Pengembangan Keuangan Mikro OJK Fithri Hadi mengatakan aturan dibuat salah satunya untuk meminimalisir risiko. Dirinya menargetkan paling tidak public hearing dapat dilakukan pada sebulan ke depan.
“Prosesnya akan kami uji lagi, tapi akan jadi Peraturan OJK,” katanya dalam acara peluncuran D-Inside yang digelar Katadata dan Hukumonline, Kamis (16/11) malam. (Baca juga: BI Akan Lakukan Kajian Sebelum Adopsi Sistem Blockchain)
Ia menjelaskan, beberapa poin yang akan menjadi pembahasan, di antaranya adalah mitigasi risiko, penggunaan teknologi, pengelolaan data, dan pengamanan sistem teknologi.
"Dari mitigasi risiko, bagaimana nanti investornya terlindungi. Setelah beli dia punya secondary market, jangan sampe beli nanti jualnya susah," lanjut Fithri.
Dia mengatakan equity crowdfunding nantinya akan mirip proses penawaran perdana saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun persyaratannya tidak seketat proses Initial Public Offering (IPO). “Misal kalau IPO kan yang tradisional ukurannya punya aset fisik Rp 5 miliar,” katanya.
(Baca juga: Hadapi Fintech, Bank Didorong Kembangkan Layanan Digital)
Hanya, Fithri belum dapat memastikan apakah model pendanaan ini akan melalui suatu bursa tersendiri. Namun Fithri menyebut para investor yang ingin mencari modal bisa masuk ke sistem crowdfunding tersebut. “Akan ada daftar pemodal yang mencari produk yang lekat di hati konsumen juga,” uarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, model penggalangan dana seperti equity crowdfunding sudah dilakukan oleh beberapa negara, seperti Inggris dan Kanada. Dengan begitu, OJK akan mencontoh model yang sudah dijalankan di negara tersebut.
Soal aturan pembiayaan ini sejak tahun lalu dibahas Badan Ekonom Kreatif (Bekraf) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini karena crowdfunding selama ini telah dipraktikan sebagian oleh pelaku usaha pemula atau startup, namun sebenarnya belum diatur oleh OJK. (Baca juga: Ekonomi Membaik, OJK Optimistis Kredit Tahun Depan Tumbuh 13%)
“Dengan adanya teknologi, startup bisa mendapat pinjaman dari perbankan tanpa jaminan. Ini sedang didiskusikan dengan OJK,” kata Kepala Bekraf Triawan Munaf beberapa waktu lalu.