Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menyiapkan perjanjian kerja sama dengan sembilan negara terkait dengan pertukaran data keuangan. Sembilan negara yang bakal kerja sama yakni Singapura, Panama, Uni Emirat Arab, Macau, Brunei Darusalam, Dominika, Vanuatu, Trinidad Tobago, dan Bahama.
Dengan perjanjian ini, Ditjen Pajak dapat mengintip data rekening Warga Negara Indonesia (WNI) di sembilan negara tersebut. Data ini penting untuk memburu dana gelap wajib pajak yang disimpan di luar negeri dan tak tersentuh pajak.
Dalam waktu dekat, kerja sama akan digelar dengan Singapura. "Singapura minta (mau tanda tangan) setelah (kami kerja sama dengan) Hong Kong. Hong Kong kan sudah," kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Rabu (21/6). (Baca: Ditjen Pajak Bidik Data Keuangan WNI di 99 Negara)
Sementara itu, perjanjian dengan Swiss yang rencananya digelar pekan ini akan mundur setelah Hari Raya Idul Fitri. Ken menjelaskan, perjanjian kerja sama dengan Swiss mundur karena mengira Indonesia mengikuti program pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) terkait pajak pada 2019. "Swiss harusnya besok (22 Juni 2017) tapi karena ada persyaratan dari Pemerintah Swiss yang belum siap. Dia minta mundur setelah lebaran," tutur dia.
Pemerintah telah menandatangani perjanjian bilateral keterbukaan data keuangan dengan Hong Kong dan Tiongkok. Perjanjian Bilateral Competent Authority Agreement (BCAA) dengan Hong Kong dilakukan di Kantor Pusat Otoritas Pajak Hong Kong atau Inland Revenue Department/IRD pada Jumat (16/6). (Baca: Setelah Hong Kong, Indonesia Bidik Singapura Buka Data Rekening WNI)
Hong Kong masuk dalam daftar tertinggi negara asal peserta program pengampunan pajak (tax amnesty) yang berakhir Maret lalu. Posisi pertama ditempati Singapura, disusul berturut-turut oleh Hong Kong, Macau dan Inggris.
Sementara itu perjanjian bilateral dengan Tiongkok ditandatangani di sela-sela Sidang Tahunan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) ke-2 pada akhir pekan lalu (16-17 Juni 2017) di Jeju, Korea Selatan. Sidang tahunan bank infrastruktur Asia itu dihadiri oleh para menteri dan perwakilan dari 80 negara anggota, organisasi internasional, lembaga kemasyarakatan, akademisi, dan sektor swasta.
Berbagai perjanjian bilateral ini dibuat dalam rangka pelaksanaan pertukaran data keuangan secara otomatis untuk keperluan perpajakan (automatic exchange of information/AEoI).
Dari total 100 negara dan yurisdiksi pajak (termasuk Indonesia) yang sudah menyepakati AEoI, sekitar 50 negara akan melaksanakan pertukaran informasi tahun ini. Sisanya 50 negara dan yurisdiksi lain menyusul tahun depan. (Baca: Pemerintah Tetap Upayakan Buka Data Nasabah Bila Perppu Ditolak)