Sri Mulyani Tak Ingin Pengejaran Pajak Meneror Dunia Usaha

Arief Kamaludin|KATADATA
4/4/2017, 13.09 WIB

Dalam menetapkan perusahaan yang masuk kategori VHRI, pihaknya mengkaji data pemberitahuan impor barang (PIB) dan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak. “Data tersebut kami rekonsiliasi, begitu ketemu tidak patuh maka akan kami blokir dan cabut,” ujar dia.

Adapun, bagi perusahaan yang patuh dengan aturan kepabeanan dan pajak diberikan fasilitas sertifikasi Authorized Economic Operator (AEO) dan Mitra Utama (MITA) Kepabeanan. Perusahaan yang mendapat sertifikat AEO akan mendapat kemudahan dalam melakukan perdagangan internasional. (Baca juga: Bea Cukai Beri 292 Perusahaan Kemudahan Dagang)

Menurut Heru, untuk memudahkan pengawasan, DJBC juga menerapkan skema dalam jaringan (online) untuk menghubungkan pengawasan di area pemasaran, produsen, dan jalur distribusi. “Setiap ada pelanggaran di satu titik, maka di titik dua lainnya akan terblokir. Ini yang menyebabkan beberapa perusahaan langsung kami cabut, blokir dan tidak dilayani pita cukainya,” ujarnya.

Di luar itu, Sri Mulyani menjelaskan, tim reformasi perpajakan juga telah membuat sejumlah kemajuan lain dalam upayanya meningkatkan pelayanan dan penegakan hukum. Dari segi layanan, telah dikembangkan e-billing, e-form, e-bukti potong, dan lainnya. Selain itu, telah diluncurkan juga platform Kartu Indonesia Satu alias Kartin1 yang bisa berfungsi sebagai big data.

Di sisi lain, untuk meminimalkan potensi penyelewengan oleh pegawai pajak dan wajib pajak, pihaknya juga sudah melarang pegawai pajak untuk bertemu dengan wajib pajak di luar kantor.

Adapun, dari segi peraturan, pemerintah telah mengajukan kepada parlemen revisi terhadap beberapa undang-undang (UU) terkait pajak seperti Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP); Pajak Penghasilan (PPh); Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Halaman: