Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sri Adiningsih mengatakan, pengelolaan keuangan daerah bukannya membaik justru memburuk. Alhasil, kebocoron keuangan bisa mencapai 20-40 persenan dari total anggaran. Informasi tersebut diperolehnya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami mendapatkan informasi tampaknya korupsi kebocoran keuangan kita itu bisa mencapai 20 sampai 40 persenan," kata Sri usai bertemu pimpinan KPK di kantornya, Jakarta, Senin (3/4). Andai saja anggaran tersebut tidak dikorupsi, tapi dimanfaatkan untuk membangun Indonesia, ia yakin, dampaknya akan luar biasa. (Baca: Akses Kesehatan Sulit, Banyak Dana Desa Dipakai Bangun Kantor)
Risiko kebocoran juga terdapat di tingkat pusat. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun mencontohkan kebocoran besar keuangan negara dalam proyek kartu tanda penduduk elektronik alias e-KTP. Kebocorannya dapat dikatakan mencapai 50 persen dari total anggarannya. (Baca juga: Bagi-Bagi Duit Proyek Jumbo E-KTP)
Maka itu, ia pun mendorong dibentuknya badan pengawas internal nasional yang menyebar di daerah tapi dikendalikan langsung oleh Presiden. "Jadi meski ada di daerah tapi di bawah Presiden dan bukan di bawah kepala daerah," kata Alexander.
Melihat masih merajalelanya tindak korupsi, Wantimpres pun menyatakan dukungannya terhadap penguatan KPK. Anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto mengatakan dirinya menolak segala bentuk pelemahan terhadap lembaga antirasuah tersebut. Apalagi, Indonesia belum sepenuhnya mengadopsi konvensi antikorupsi alias Convention Against Corruption (CAC) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Baru diratifikasi tapi belum diadopsi (di Undang-Undang)," katanya. Pernyataan Sidarto ini juga sekaligus merespons permintaan Ketua KPK Agus Rahardjo agar Wantimpres menolak upaya-upaya pelemahan KPK. Sebaliknya, Wantimpres diharapkan untuk turut mendukung penguatan KPK dengan cara menolak upaya mengutak atik undang-undang (UU) pendukung KPK dan memperkuat UU Tindak Pidana Korupsi.