Gelombang pertama program pengampunan pajak (tax amnesty) hampir berakhir. Tapi perolehan dana tebusan hingga pekan ini masih jauh dari target pemerintah Rp 165 triliun. Melihat perkembang tersebut, beberapa kalangan, seperti ekonom dan pengusaha, mengusulkan agar pemerintah memperpanjang periode pertama yang berakhir pada 30 September nanti, misalnya dengan menerbitkan Peraturan Pengganti Undan-Undang (Perpu).
Beragam reaksi muncul dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat atas usul tersebut. Ketua Komisi Keuangan DPR, Melchias Markus Mekeng menyatakan, keputusan sepenuhnya ada di tangan pemerintah. Tapi bila berencana menerbitkan perpu, sebaiknya pemerintah berkonsultasi dengan DPR. “Pemerintah dan DPR adalah mitra, sebaiknya berkomunikasi supaya pemahamannya bertemu,” kata Melchias kepada Katadata, Rabu, 7 September 2016.
Pemerintah, menurut Mekeng, harus mengantongi data yang kuat sebagai dasar penerbitan Perpu. “Kalau diperpanjang apa iya bisa mencapai target?” ucapnya. (Baca juga: Tunggu Aturan Baru, Pengusaha Usul Perpu Perpanjangan Tax Amnesty).
Sementara itu, anggota Komisi Keuangan DPR, Indah Kurnia menyatakan pelaksanaan tax amnesty terlalu terburu-buru. Ia pun menilai pembayar pajak bakal senang jika ada perpanjangan. Sebab banyak masyarakat yang masih memerlukan pemahaman. Selain itu, ada juga masyarakat yang tertarik ikut tapi perlu waktu mengumpulkan dana untuk membayar tebusan.
“Kalau ada wacana atau usulan memperpanjang, tentu (animo) masyarakat yang ingin mendapatkan tarif yang ada sekarang, dua persen, pasti lebih besar,” kata Indah.
Sesuai dengan Undang-Undang Pengampunan Pajak, tarif tebusan tax amnesty meningkat sesuai periode pelaksanan. Ada tiga periode waktu yaitu Juli - September 2016, Oktober - Desember 2016, dan Januari - Maret 2017. Tarif terendah berlaku pada periode pertama yaitu dua persen dan terus meningkat hingga ada yang mencapai 10 persen pada periode terakhir.
Menurut Indah, saat pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak, sebetulnya pernah menyoroti kemungkinan ruwetnya pelaksanaan program akibat waktu pelaksanaan yang kelewat cepat. Undang-Undang Pengampunan Pajak terbit 1 Juli 2016 dan pada saat yang sama periode pertama langsung berjalan. Direktorat Jenderal Pajak pun kewalahan sebab memiliki tugas yang berat di luar melayani tax amnesty.
Melihat pergerakan dana tebusan tax amnesty, dia memprediksi kemungkinan pemerintah hanya kan mengumpulkan kurang dari Rp 50 triliun tahun ini. Kecuali, wajib-wajib pajak besar betulan ikut program di sisa periode pertama, seperti diprediksi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan kalangan pengusaha. (Baca juga: Sri Mulyani: Jumlah Besar Dana Tax Amnesty Akan Masuk September).
Pencapaian itu bisa terdongkrak jika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sempat dilontarkan Menteri Keuangan terdahulu, Bambang Brodjonegoro. Bambang pernah menyebutkan memiliki data akurat wajib pajak besar sehingga yakin bakal mampu mencapai target Rp 165 triliun. “Dia bilang punya data by name, by address. Kalau bisa, itu dikeluarkan jurus-jurusnya,” ucapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang sempat mengakui soal terburu-burunya pelaksanaan tax amnesty, meski tak menyinggung opsi perpanjangan. “Saya tidak tahu diskusi pemerintah dengan DPR. Apakah 1 juli pada saat itu, hanya dua minggu sebelum Lebaran, realistis untuk langsung argonya jalan? Tapi itu sudah terjadi. Saya tak bisa mengubah undang-undang,” kata Sri dalam pembukaan "Diskusi Tax Amnesty" di Universitas Indonesia, Depok, Kamis pekan lalu.
Menurut dia, bulan pertama pemberlakuan tax amnesty habis untuk membuat aturan pelaksana dan sosialisasi. Alhasil, total dana deklarasi, repatriasi, dan tebusan pada Juli sangat kecil. "Pada saat Anda berlebaran, marah-marah soal Brexit, orang-orang pajak pusing membuat peraturan untuk melaksanakan undang-undang ini. Sebagian mereka tidak Lebaran, sebagian mulai lakukan pendekatan. Maka kalau dilihat angkanya, Juli itu sangat minim,” ucapnya.
Mengacu pada data Direktorat Pajak, hingga Rabu, 7 September 2016, total tebusan tax amnesty baru mencapai Rp 5,3 triliun dari deklarasi harta yang Rp 247 triliun. Padahal pemerintah sudah menargetkan tebusan Rp 165 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBN-P) 2016. Kecilnya perolehan tebusan bakal membuat lubang defisit anggaran membesar. (Baca juga: Dirjen Pajak Pasang Badan Kalau Target Tax Amnesty Tak Tercapai).
Akhir Agustus lalu, Menteri Sri sempat mengungkapkan akan menemui Presiden jika target dana tebusan tax amnesty sulit tercapai. "Saya akan sampaikan ke Pak Presiden pada minggu ketiga September," ujarnya. (Baca juga: Tax Amnesty Terburu-Buru, Sri Mulyani: Pegawai Pajak Kewalahan)
Saat dikonfirmasi tentang Perpu untuk perpanjangan periode pertama tax amnesty, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Ari Dwipayana mengatakan pemerintah belum membahas opsi itu. “Sampai saat ini tidak ada pembahasan soal itu. Pemerintah fokus sosialisasi dan peningkatan pelayanan bagi wajib pajak yang ingin menggunakan haknya untuk ikut tax amnesty,” ucapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama juga mengatakan hal yang sama. “Masih ada waktu satu bulan, dihimbau wajib pajak yang akan memanfaatkan tax amnesty periode pertama ini, segera menyampaikan surat pernyataan harta (SPH) tanpa menunggu akhir September,” kata dia.