PT Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia atau BPUI akan menggunakan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk memperkuat modal dua anak usahanya, yakni PT Jamkrindo dan PT Askrindo. Pemerintah bakal menyuntikkan PMN Rp 6,27 triliun, terdiri dari Rp 6 triliun tunai dan Rp 270 miliar non-tunai.
Direktur BPUI Robertus Bilitea mengatakan, penguatan permodalan Jamkrindo dan Askrindo dipandang krusial, karena sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perusahaan penjamin kredit harus memiliki gearing ratio di bawah 20 kali.
Sementara, akibat klaim yang meningkat di tengah pandemi virus corona atau Covid-19, gearing ratio dua perusahaan ini naik tinggi. Gearing ratio Askrindo misalnya, diperkirakan bakal naik menjadi 20,1 kali.
"Sehingga butuh PMN untuk menurunkan gearing ratio ini, agar tidak melampaui ketentuan diatur oleh OJK," kata Robertus dalam rapat bersama DPR, Rabu (24/6).
Sedangkan, untuk gearing ratio Jamkrindo, BPUI masih melakukan perhitungan tingkat kecukupan modalnya. Tapi, BPUI juga akan mengalokasikan PMN ke Jamkrindo, agar gearing ratio tetap terjaga di bawah 20 kali.
Perkiraan kenaikan gearing ratio ini merupakan dampak dari kenaikan klaim pada kredit usaha rakyat (KUR) dan non-KUR di kedua perusahaan. Indikasi awal BPUI menunjukkan, ada kenaikan klaim hingga dua digit hingga Mei 2020, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
(Baca: Tiga Skenario Pemerintah Selamatkan BUMN dari Pandemi Corona)
Di Askrindo, indikasi awal kenaikan klaim KUR sebesar 19,5% menjadi Rp 471,7 miliar pada Mei 2020. Sementara, di periode yang sama, berdasarkan indikasi awal kenaikan klaim non-KUR di perusahaan ini sebesar 11,4% menjadi Rp 699,2 miliar.
Lalu, ada indikasi awal kenaikan klaim KUR di Jamkrindo hingga Mei 2020 sebesar 26,1% menjadi Rp 454,3 miliar. Kemudian, ada indikasi awal klaim non-KUR hingga Mei 2020 sebesar 4,9% menjadi Rp 241 miliar.
Selain itu, BPUI juga memproyeksi ada potensi kenaikan klaim ke depan yang terlihat dari naiknya kredit macet alias non performing loan (NPL) perbankan. BPUI membagi proyeksi kenaikan NPL dalam tiga skenario, yakni skenario optimis NPL di level 14%, moderat di level 20%, dan pesimis di level 36%.
BPUI melakukan simulasi NPL dengan asumsi pertumbuhan ekonomi pada 2020 sebesar -0,4%. Simulasi ini, menghitung angka historis dari pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap perubahan angka NPL dari tahun ke tahun.
"NPL sebelum pandemi corona di level 2% sampai 2,5%. Tapi, pasca-Covid-19, mediannya naik 14%, dengan level terburuk 36%," kata Robertus.
(Baca: Bulog Dicoret, Ini Daftar 11 BUMN yang Terima PMN hingga Dana Talangan)
Potensi NPL ini penting dilakukan sebagai gambaran bagi Jasindo dan Jamkrindo untuk menentukan jumlah kredit yang dijaminkan. Sehingga, korelasinya terhadap klaim yang yang mesti dibayarkan oleh kedua perusahaan penjaminan itu.
Robertus menerangkan bahwa NPL bisa meningkat di tengah pandemi corona karena pelaku UMKM tidak dapat mengangsur ke bank karena usahanya tidak berjalan. Sehingga, perusahaan penjaminan membutuhkan penambahan modal karena rasio klaim meningkat.
Dampak lain pandemi corona terhadap perusahaan penjaminan adalah, tidak dapat melakukan penagihan terhadap kredit macet karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sehingga, terjadi penurunan pendapatan subrogasi.
Volume penjaminan pada 2020 pun diperkirakan menurun akibat bank kini berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru. Akibatnya, pendapatan industri jasa penjaminan ini menjadi ikut turun.
Pendapatan hasil investasi oleh perusahaan penjaminan juga turun sejalan dengan turunnya kinerja pasar modal dalam negeri. Seperti diketahui, indeks harga saham gabungan (IHSG) sejak awal tahun ini saja sudah turun hingga 21,19%.
(Baca: Bahana Resmi jadi Holding BUMN Asuransi, Modal Tembus Rp 60 Triliun)