Jelang Dibahas DPR, Omnibus Law Sektor Keuangan Kembali Picu Polemik

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Suasana rapat kerja di kompleks Parlemen, Jakarta. Omnibus Law Sektor Keuangan menjadi prioritas dibahas DPR tahun ini.
30/3/2021, 20.11 WIB

Rencana pembahasan rancangan undang-undang sektor keuangan yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional 2021 kembali memicu polemik. Beleid yang dikenal sebagai Omnibus Law sektor keuangan itu berisi tentang penanganan permasalahan perbankan, penguatan koordinasi, dan penataan ulang kewenangan kelembagaan sektor keuangan.

Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam berpendapat sektor keuangan bukanlah masalah sesungguhnya di tengah pandemi sehingga belum ada urgensi perombakan aturannya. "Walau tekanan sangat besar, perbankan masih relatif bertahan di tengah pandemi," ujar Piter dalam diskusi RUU Sektor Keuangan: Sistem Keuangan Mau Dibawa ke Mana? secara virtual, Selasa (30/3).

Indikator perbankan masih menunjukan kondisi yang aman seperti Dana Pihak Ketiga mencatatkan pertumbuhan yang baik dan rasio kredit macet masih di bawah 5%. Dengan demikian, permodalan hingga laba perbankan masih bisa dikatakan baik-baik saja. "Jadi saya tidak melihat adanya suatu persoalan besar di perbankan kita, hanya dari sisi kredit," katanya.

Piter mengatakan bahwa pertumbuhan kredit memang wajar saja terkontraksi di tengah Covid-19. Hal tersebut disebabkan lemahnya permintaan dan bukan permasalahan dari sisi perbankan.

Dia menuturkan, penyaluran kredit tidak perlu dipaksakan pemerintah di tengah kondisi krisis saat ini. "Pertumbuhan kredit yang negatif bukan sesuatu yang buruk dan harus dikhawatirkan," ujar dia.

Dengan masih baiknya kondisi perbankan di tengah krisis pandemi saat ini, Piter menilai reformasi sektor keuangan selama ini sudah sangat baik. Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) sudah merespons krisis kali ini cukup baik dan jauh berbeda dari krisis-krisis sebelumnya.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Misbakhun pun melihat sebenarnya sudah tidak ada lagi urgensi pembentukan RUU sektor keuangan. Berbagai aturan pendukung sudah tersedia seperti  UU Keuangan Negara, UU BI yang sudah diamendemen tiga kali, UU OJK dan LPS. "Apalagi yang mau diatur?" tanya dia.

Menurut dia, RUU Sektor Keuangan merupakan perombakan aturan yang sifatnya permanen. Sedangkan, permasalahan pandemi saat ini bersifat temporer.

Maka dari itu, diperlukan solusi yang sifatnya sementara saja dan tidak memerlukan RUU. "Karena kalau yang dirombak UU-nya nanti akan menimbulkan sentimen negatif bagi pasar," katanya.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria