Tembus Rekor, Harga Minyak Berpeluang US$ 100 per Barel Tahun Ini

KATADATA
tambang minyak lepas pantai
16/6/2021, 19.40 WIB

Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono memprediksi tren harga minyak mentah tahun ini bakal terus naik atau bullish. Kondisi tersebut menyusul fenomena tembusnya harga di atas US$ 70 per barel baru-baru ini.

Melansir Bloomberg, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Agustus 2021 menguat ke US$ 74,21 per barel. Level tersebut sekaligus jadi yang tertinggi sejak April 2019 melansir Investing. Sementara itu, harga minyak WTI untuk kontrak pengiriman Juli 2021 naik 0,18% ke US$ 72,3 per barel.

Wahyu menjelaskan, harga komoditas melonjak ke level tertingginya sejak 2011. Ini didukung program stimulus Amerika Serikat (AS) yang membuat pasar keuangan global banjir likuiditas.

 “Apa yang terjadi saat ini merupakan buah dari banyak faktor di bulan-bulan sebelumnya,” kata Wahyu kepada Katadata.co.id, kemarin.

Faktor fundamental lainnya yang mempengaruhi kenaikan harga minyak seperti tren major komoditas, reflationary trade dan isu pilpres. Perkembangan vaksinasi juga sudah diantisipasi pelaku pasar sejak pertengahan tahun lalu.

Meskipun begitu, Wahyu menilai harga komoditas termasuk minyak sudah priced in (sudah diprediksi). Aritnya semua harga komoditas berpotensi bergerak terbatas tahun ini, jika harganya sudah over value atau sudah sangat mahal.

“Jika fundamentalnya mendukung, koreksi akan sangat wajar terjadi. Namun, tren harga minyak masih tinggi,” ujarnya.

Untuk jangka menengah, Wahyu memprediksi pergerakan harga minyak mentah akan berada di kisaran US$ 50 per barel hingga US$ 80 per barel. Sedangkan hingga akhir tahun, harga diprediksi bergerak pada rentang US$ 40 per barel hingga US$ 100 per barel.

Tren kenaikan harga dipicu harapan pemulihan ekonomi global pasca pandemi Covid-19 serta program vaksinasi global. Selain itu, stimulus dari Bank Sentral AS (The Fed) juga mendukung pertumbuhan ekonomi global. Wahyu menambahkan, penggerak harga komoditas minyak seperti harga tembaga juga masih bagus.

Sepanjang pandemi, permintaan dan pasokan bergerak secara bersamaan. Hal tersebut dipicu aksi lockdown di beberapa negara untuk membatasi penyebaran Covid-19, sehingga menyebabkan pabrik di tutup. Kondisi tersebut berdampak pada anjloknya pasokan komoditas, sementara permintaan terus tumbuh.

Untuk 2021, permintaan diprediksi akan menguat signifikan jika program vaksinasi sukses menekan kecemasan pasar akan penyebaran Covid-19. Selain itu, pemulihan ekonomi Cina mampu mendorong permintaan naik termasuk untuk komoditas minyak, tembaga dan beberapa produk makanan. Apalagi di Maret 2021 harga tembaga, timah dan bijih besi mencapai level tertinggi 10 tahun.

“Krisis memang krisis, tapi tidak ada yang Namanya ketidakpastian. Pasar percaya pada kebijakan global baik dari pemerintah maupun bank sentral. Justru krisis saat ini banyak opportunities (peluang),” ujarnya.