Nilai tukar rupiah diperkirakan bakal melanjutkan penguatan, karena didorong oleh pelemahan data ekonomi Amerika Serikat (AS). Sehingga prospek penurunan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed semakin terbuka lebar.
Bahkan, penguatan rupiah sudah terasa pada Kamis pagi (4/7). Berdasarkan data Google Finance, rupiah menguat Rp 16.337 per dolar AS pada pukul 09.36 WIB. Kurs rupiah menguat hingga 9.05 poin atau 0,05%.
Sejumlah analis mendukung potensi penguatan tersebut. Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana melihat peluang penguatan rupiah pada posisi Rp 16.290 - Rp 16.390 per dolar AS.
"Faktornya karena data tenaga kerja AS yaitu ADP Non Farm employment change dan Weekly initial jobless claims yang dua-duanya menunjukkan pelemahan," kata Fikri kepada Katadata.co.id, Kamis (4/7).
Hal ini seiring rilis Federal Open Market Committee (FOMC) minutes of meeting yang sangat memperhatikan sektor tenaga kerja jelang penurunan suku The Fed.
FOMC Minutes mencerminkan pandangan anggota The Fed mengenai kondisi ekonomi AS saat ini, termasuk data terkini seperti lapangan kerja, inflasi, pertumbuhan ekonomi dan faktor lainnya.
Tak berbeda dengan Fikri, Analis Mata Uang Lukman Leong juga melihat peluang penguatan rupiah pada hari ini di kisaran Rp 16.300 - Rp 16.400 per dolar AS.
"Rupiah diperkirakan akan kembali melanjutkan penguatan karena serangkaian data ekonomi AS yang lebih lemah serta meningkatnya prospek pemangkasan suku bunga oleh the Fed," ujar Lukman.
Hal ini seiring dengan pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang cenderung dovish. Kemudian klaim pengangguran, data laporan tenaga kerja ADP dan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Non-Manufaktur yang diterbitkan Institute of Supply Management (ISM) Servis yang juga lebih lemah dari perkiraan.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra juga melihat sinyal penguatan rupiah ke arah Rp 16.300 per dolar AS, dengan potensi resisten di kisaran Rp 16.400 per dolar AS karena data ekonomi AS di bawah perkiraan pasar.
"Data tenaga kerja yaitu Non-Farm Payrolls versi ADP bulan Juni dan klaim tunjangan pengangguran mingguan mengalami kenaikan di bawah perkiraan pasar," ucapnya.
Selain itu, data PMI pada bulan Juni 2024 menunjukkan sektor jasa di AS mengalami kontraksi. Padahal, pada bulan sebelumnya masih di level ekspansi di atas angka 50.
"Hasil ini meningkatkan peluang pemangkasan suku bunga acuan AS tahun ini. Pasar masih menunggu data penting lain yaitu data tenaga kerja AS versi pemerintah untuk bulan Juni," katanya.