Krisis Utang Belum Berlalu, Evergrande Lanjutkan 10 Proyek Properti

ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/HP.
Ilustrasi.
Penulis: Happy Fajrian
25/10/2021, 08.26 WIB

Raksasa properti asal Cina, China Evergrande Group, melanjutkan kembali pembangunan 10 proyek properti dan real estat di enam kota di negaranya, meskipun krisis gagal bayar utang obligasi sebesar US$ 300 miliar (Rp 2.437 triliun) dan bunga-bunganya, belum selesai.

Krisis utang ini menyebabkan sekitar 1.300 proyek properti dan real estat Evergrande harus dihentikan. Meski raksasa properti Cina ini tidak memerinci berapa banyak proyek yang terdampak dan harus dihentikan sementara.

CNBC.com melaporkan pada Minggu (24/10) bahwa Evergrande telah melanjutkan kembali beberapa proyek yang tertunda tersebut setelah melunasi utang bunga obligasi sebesar US$ 83 juta (sekitar Rp 1,2 triliun) dan terhindar dari gagal bayar setidaknya selama sepekan ke depan.

Evergrande menyertakan sejumlah foto lokasi proyek dengan keterangan waktu dan tanggal yang menunjukkan bahwa proyek sudah kembali berjalan. Mereka menyatakan bahwa jaminan kelanjutan proyek akan meningkatkan kepercayaan pasar.

Pengembang properti terbesar kedua di Cina ini bulan lalu juga menjanjikan akan menyelesaikan pembangunan rumah para pembeli potensial dan mengatakan bahwa pekerjaan di salah satu stadion sepak bola terbesar di dunia di kota selatan Guangzhou berjalan sesuai rencana.

Menyoroti tekanan pada bisnis intinya, Evergrande juga mengumumkan pada hari Jumat rencana untuk lebih memprioritaskan bisnis kendaraan listriknya di atas bisnis real estat.

Kesengsaraan Evergrande telah mengguncang sektor properti Cina yang bernilai sekitar US$ 5 triliun atau lebih Rp 71.000 triliun, memicu bangkrutnya sejumlah perusahaan properti. Sektor ini menyumbang seperempat dari produk domestik bruto. Krisis utangnya juga diawasi secara luas oleh pasar keuangan global yang khawatir krisis ini meluas.

Gubernur bank sentral Cina (PBoC) Yi Gang mengklaim dapat menahan risiko yang ditimbulkan dari krisis utang Evergrande. Yi mengakui krisis Evergande telah meminimbulkan sedikit kekhawatiran.

“Meski begitu, secara keseluruhan kami dapat menahan risiko Evergrande,” ujarnya dalam pertemuan Group of 30 beberapa waktu lalu, seperti dikutip dari Bloomberg.

Ia mengatakan, hak dan kepentingan kreditur serta pemegang saham akan dihormati sepenuhnya sesuai dengan hukum. Selain itu, menurut dia, undang-undang yang ada juga sudah mengatur soal preferensi posisi senioritas utang.

Yi kemudian menyebut, upaya lain yang dilakukan pemerintah yakni dengan melindungi konsumen, terutama pembeli properti. Dengan berbagai langkah tersebut, ia mengatakan risiko sistemik dapat dicegah.

Selain Yi, pejabat bank sentral lainnya mulai buka suara untuk menenangkan pasar. Kepala Pasar Keuangan PBoC Zou Lan dalam konferensi persnya akhir pekan lalu juga sempat mengatakan krisis Evergrande dapat dikendalikan agar tidak menyebar ke sektor keuangan dan ekonomi yang lebih luas.

“Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan gagal mengelola bisnisnya dengan baik dan beroperasi dengan hati-hati di tengah perubahan kondisi pasar. Sebaliknya, mereka justru melakukan ekspansi dan diversifikasi secara masif,” kata Yi.

Sebagai langkah antisipasif, menurut dia, bank sentral telah meminta kreditur untuk menjaga kreditnya ke sektor real estate agar tetap stabil dan teratur. Pihak berwenang dan pemerintah daerah disebut sedang menyelesaikan masalah ini dengan prinsip-prinsip berorientasi pada pasar dan aturan hukum.