Sepanjang tahun 2022, perseroan berhasil memproduksi bijih dan logam timah masing-masing sebesar 20.079 ton dan 19.825 metrik ton, serta penjualan logam sebesar 20.805 metrik ton di tahun 2022.

Melihat neraca liabilitas TINS turun 28,12% menjadi Rp 6,02 triliun dari tahun sebelumnya Rp 8,3 triliun sepanjang tahun 2021

Adapun ekuitas meningkat 11,62% menjadi Rp 7,04 triliun dari sepanjang tahun 2021 hanya Rp 6,30 triliun.

Dari sisi aset, perseroan juga menunjukkan tren penurunan. Sepanjang 2022, perseroan membukukan aset Rp 13,06 triliun atau turun 11,1% dari tahun sebelumnya yakni Rp 14,6 triliun sepanjang tahun 2021.

Penurunan tersebut dikarenakan berkurangnya pinjaman jangka pendek. “Perseroan berhasil menurunkan interest bearing debt berupa pinjaman bank, liabilitas supplier financing dan utang obligasi sebesar 41% menjadi Rp 3 triliun dari posisi akhir tahun 2021 sebesar Rp 5,11 triliun,” ujar Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Timah, Fina Eliani.

Melihat pergerakan saham TINS hingga sesi pertama perdagangan Kamis (16/3), saham TINS turun 6,25% ke level Rp 975 per saham. Volume perdagangan mencapai 28,1 juta dengan nilai transaksi Rp 27,7 milar dan frekuensi 3.901 kali. Alhasil saham TINS masuk ke jajaran top losers, bahkan harga sahamnya nyaris menyentuh batas auto reject bawah (ARB) 7%.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid