Sri Mulyani: Skenario Terburuk Dampak Corona, Ekonomi RI Minus 0,4%

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama.
Ilustrasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan keterangan kepada media tentang Stimulus Kedua Penanganan Dampak Covid-19. Sri Mulyani memperkirakan dengan skenario terburuk, perekonomian Indonesia berpotensi tumbuh negatif 0,4%.
1/4/2020, 11.45 WIB

Akibat pandemi corona, perekonomian Indonesia berpotensi tumbuh negatif 0,4% pada tahun ini. Angka tersebut menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, merupakan skenario terburuk dari dampak pandemi corona.

"Kami bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh 2,3%, bahkan dengan skenario terburuk, bisa minus 0,4%," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers video di Jakarta, Rabu (1/4).

Menurutnya, skenario terburuk bisa terjadi jika pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat, menjadi 3,2% dalam skenario berat, hingga 1,6% dalam skenario sangat berat. Kemudian, pertumbuhan konsumsi pemerintah hanya tumbuh 6,83% atau 3,73% yang berpotensi meningkatkan defisit hingga 5,07%.

Hal ini diikuti dengan konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga turun 1,78% hingga 1,91%. Penyebab lainnya, yakni kinerja investasi yang kurang positif, hanya tumbuh 1% atau bahkan menurun 4%. Selanjutnya, ekspor yang menurun tajam 14% hingga 15,6%, serta impor turun 14,5% hingga 16,65%.

Sri Mulyani mengatakan, sektor rumah tangga merupakan bagian perekonomian yang paling terkena dampak pandemi corona. "Ini karena dari sisi konsumsi mereka tidak melakukan aktivitas ekonomi," kata Sri Mulyani.

(Baca: Jokowi Buat Perppu Penyelamatan Ekonomi dari Corona, Anggaran Rp 405 T)

Selain sektor rumah tangga, Sri Mulyani juga menyebut, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga merupakan sektor yang terpukul. Tak hanya itu, korporasi juga akan mengalami tekanan dari sisi rantai pasokan dan perdagangan. Hal ini kemudian akan merembet ke sektor keuangan.

Meski begitu, Sri Mulyani berharap skenario tersebut tak terjadi. Oleh karena itu, ia berkomitmen bahwa pemerintah bersama BI, OJK, dan LPS akan terus bersinergi dalam mengatasi dampak pandemi corona terhadap perekonomian.

Salah satu bentuk komitmen pemerintah adalah, diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menangani pandemi corona dan dampaknya terhadap ekonomi.

Dalam Perppu tersebut, Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar ada tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun. Rinciannya, sebanyak Rp 75 triliun akan digunakan untuk bidang kesehatan dan sebanyak Rp 100 triliun digunakan untuk program jaring pengaman sosial.

Kemudian, Rp 70,1 trilun diberikan untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain itu, sebanyak Rp 150 triliun akan dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Ini termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya UMKM.

(Baca: Jokowi Gelontorkan Anggaran Kesehatan Rp 75 Triliun Hadapi Corona)

Reporter: Agatha Olivia Victoria