Aturan omnibus law terkait perpajakan bakal mempermudah pemerintah dalam menambah dan mengurangi objek kena cukai. Melalui aturan tersebut, penatapan objek kena cukai nantinya akan dilakukan melalui peraturan pemerintah atau PP sehingga tak membutuhkan perizinan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
"Kami harap penetapan objek kena cukai diberikan secara prinsip melalui omnimbus law oleh DPR atas usulan pemerintah. Sehingga tujuan pengendalian dan pembatasan barang-barang yang dikenakan cukai baru dapat langsung diimplementasikan berdasarkan PP," kata Direktur Jenderal Pajak Heru Pambudi saat ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (11/2).
Melalui kelonggaran tersebut, pemerintah akan lebih cepat dalam menentukan objek pajak yang harus dibatasi untuk kepentingan masyarakat. Namun, peran DPR dipastikan tetap ada dalam mengawasi penentuan objek kena cukai.
"Nanti di pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN masih ada pembahasan bersama dewan mengenai target penerimaan, dan di dalamnya ada kalkulasi itu," ucap dia.
(Baca: Penerimaan Pajak Berpotensi Hilang Rp 80 Triliun akibat Omnibus Law)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya meminta DPR kembali membahas rencana pengenaan cukai plastik. Pembahasan wacana plastik sebagai objek cukai baru berhenti begitu saja di Komisi XI DPR pada enam bulan lalu. Adapun wacana ini sudah sebenarnya sudah digulirkan pemerintah sejak beberapa tahun lalu.
Saat itu, Sri Mulyani mengusulkan tarif cukai kantong plastik atau kresek sebesar Rp 200 per lembar. Dengan pengenaan cukai itu, maka konsumen harus membayar sekitar Rp 400-Rp 500 per lembar.
Selain penetapan objek kena cukai, pemerintah juga akan menyesuaikan aturan pajak daerah untuk mendukung investasi melalui omnibus law. Penyesuaian akan dilakukan melalui rasionalisasi tarif dan evaluasi peraturan daerah terkait pajak dan retribusi daerah dengan kebijakan nasional.
"Karena investor butuh kepastian dari usaha tersebut setelah dikenakan pajak," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti dalam diskusi yang sama.
(Baca: Sri Mulyani Minta Bantuan Pengusaha Desak DPR Setujui Omnibus Law)
Setiap peraturan daerah terkait pajak dan retribusi nantinya akan terekam dalam sistem yang dibangun Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, pemerintah dapat segera mengantisipasi jika ada peraturan daerah yang dapat berdampak pada iklim usaha Indonesia.
Pemerintah bahkan dapat memberikan sanksi terhadap daerah yang menerbitkan perda tak sesuai kebijakan pemerintah pusat. Sanksi dapat berupa penyesuaian dan pencabutan perda hingga pemberhentian dana transfer ke daerah. Hal ini bertujuan agar tak ada lagi pungutan pajak yang berpotensi menghambat kegiatan usaha.
Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu menyebut, draf RUU omnibus law terkait perpajakan sudah diserahkan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR pada 31 Januari lalu. "Sehingga proses pembahasannya masih menunggu keputusan Badan Musyawarah atau Bamus DPR," ucap Nufransa dalam diskusi yang sama.
Nantinya, Bamus DPR akan memutuskan apakah RUU omnimbus law terkait perpajakan tersebut akan dibahas di Badan Legislasi, Panitia Kerja, atau Panitia Khusus di DPR.