Penerimaan Pajak Berpotensi Hilang Rp 80 Triliun akibat Omnibus Law

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Ditjen pajak memproyeksi penurunan tarif PPh badan yang termuat dalam RUU omnibus law berpotensi memangkas penerimaan Rp 80 triliun.
11/2/2020, 18.39 WIB

Selain itu, bakal terdapat perubahan penentuan subjek pajak orang pribadi. Pada substansi ini diberikan ketentuan yakni warga negara Indonesia atau WNI yang tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari di Indensia dapat menjadi subjek pajak luar negeri atau SPLN, sedangkan WNA yang tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia menjadi SPDN.

RUU omnibus law juga akan mengatur upaya untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela. "Dalam substansi ini, diatur relaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak dan pengaturan ulang sanksi administratif pajak, pabean, dan cukai, serta imbalan bunga," kata dia.

(Baca: Sri Mulyani Minta Bantuan Pengusaha Desak DPR Setujui Omnibus Law)

Kemudian aturan ini akan mendorong upaya menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri. Rerdapat tiga poin utama, yaitu pemajakan transaksi elektronik rasionalisasi pajak daerah, dan relaksasi penentuan jenis barang kena cukai.

Berbagai fasilitas pajak seperti tax holiday, super deduction, fasilitas PPh untuk kawasan ekonomi khusus, PPh untuk surat berharga negara, dan keringanan atau pembebasan pajak daerah oleh kepala daerah juga akan diatur dalam RUU tersebut. 

Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu menyebut, draf RUU omnibus law terkait perpajakan sudah diserahkan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR pada 31 Januari lalu. "Sehingga proses pembahasannya masih menunggu keputusan Badan Musyawarah atau Bamus DPR," ucap Nufransa dalam diskusi yang sama.

Nantinya, Bamus DPR akan memutuskan apakah RUU Omnimbus Law Perpajakan tersebut akan dibahas di Badan Legislasi, Panitia Kerja, atau Panitia Khusus di DPR.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria