Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Selanjutnya, RAPBN tersebut akan disahkan menjadi UU.
Rencananya DPR akan mengesahkan RUU APBN 2020 dalam sidang paripurna pada Selasa (24/9). "Kami nyatakan RUU APBN 2020 disetujui dan selanjutnya dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU besok," kata Ketua Banggar DPR Kahar Muzakir dalam rapat kerja Banggar bersama pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/9).
Dalam RAPBN 2020 yang akan disahkan, pertumbuhan ekonomi dipatok sebesar 5,3%, inflasi 3,1%, nilai tukar rupiah Rp 14.400 per dolar AS, dan tingkat bunga SPN 3 Bulan 5,4%.
Kemudian harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok US$63 per barel, dan lifting minyak bumi 755 ribu per barel/hari. Sedangkan angka pengangguran dipatok pada kisaran 4,8% - 5,0%, kemiskinan 8,5% - 9,0%, gini rasio 0,375 - 0,380 dan indeks pembangunan manusia di angka 72,51.
Dengan asumsi tersebut, target pendapatan negara dipatok sebesar Rp 2.233,2 triliun. Rinciannya, penerimaan dalam negeri yang berasal dari penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp 1.865,7 triliun dengan rasio pajak (tax ratio) 11,56% dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 367 triliun.
(Baca: Sri Mulyani Waspadai Lonjakan Harga Minyak Dunia)
Adapun penerimaan perpajakan dipatok lebih tinggi Rp 3,9 triliun dibanding usulan awal yang diajukan pemerintah. Hal ini lantaran target pajak penghasilan (PPh) migas dipatok naik Rp 2,4 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) bertambah Rp 300 miliar, dan cukai hasil tembakau naik Rp 1,2 triliun.
Target PNBP juga ditetapkan naik Rp7,7 triliun dibanding usulan dalam nota keuangan. PNBP terdiri dari pendapatan SDA Migas Rp 127,3 triliun dan kekayaan negara yang dipisahkan Rp 49 triliun.
Di sisi lain, target belanja negara dalam postur sementara RAPBN 2020 ditetapkan Rp 2.540,4. Belanja terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.683,5 triliun dan transfer daerah dan dana desa Rp 856,9 triliun.
Belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 884,6 triliun dan belanja non K/L Rp 798,9 triliun. Sedangkan transfer daerah dan dana desa terdiri dari transfer daerah Rp 784,9 triliun dan dana desa Rp 72 triliun.
(Baca: Sri Mulyani Optimistis Kenaikan Cukai Rokok Tak Ganggu Target Inflasi)
Untuk keseimbangan primer akan berada pada angka Rp 12 triliun dengan defisit sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan menghindari opportunity loss.
Seluruh fraksi di DPR telah menyetujui seluruh poin dalam RAPBN 2020 tersebut. Persetujuan dilakukan dalam rapat kerja Banggar bersama pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, perwakilan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) beserta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Menteri PPN Bambang Brodjonegoro mengatakan APBN 2020 memang dirancang untuk mengantisipasi potensi resesi dunia di tahun depan. "Karena itu target-targetnya dibuat serasional mungkin dan alokasi penganggarannya untuk mencegah dampak terburuk dari resesi di 2020," kata Bambang saat ditemui usai rapat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara menyebutkan pemerintah berusaha antisipatif dalam menyusun RAPBN 2020. Terutama, dengan memperhatikan sumber pertumbuhan ekonomi 2020 yang diutamakan berasal dari konsumsi, investasi dan belanja pemerintah.
(Baca: Gubernur BI: Indonesia Jauh dari Ancaman Resesi Ekonomi)