Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, nilai tukar rupiah di 2020 akan sulit diprediksi. Adapun berdasarkan asumsi makro pada Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, nilai tukar rupiah di 2020 diperkirakan berada pada kisaran Rp 14.400 per dolar AS.
"Kisaran Rp 14.400 ini mungkin adalah yang paling sulit untuk diprediksi," ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/8).
Ia menyebutkan, kesulitan ini lantaran kondisi ekonomi global yang masih tidak pasti. Ketidakpastian tersebut merupakan dampak dari berlanjutnya perang dagang Amerika Serikat (AS)-Tiongkok, serta kebijakan proteksionisme dan perubahan arah kebijakan moneter AS.
Namun, Sri Mulyani juga melihat bahwa masih ada beberapa faktor yang bisa mendukung penguatan rupiah terhadap dolar AS. "Faktor itu yakni fundamental ekonomi Indonesia yang relatif baik dibandingkan emerging country yang lain," katanya.
(Baca: Tensi Perang Dagang AS-Tiongkok Mereda, Rupiah Justru Melemah)
Dia menilai perbaikan fundamental ekonomi Indonesia yang diikuti aliran modal masuk meningkatkan persepsi positif pasar terhadap perekonomian domestik. Selain itu, dia meyakini dari sisi kebijakan makro ekonomi Indonesia cukup kredibel dan akan meningkatkan kepercayaan investor asing.
"Meskipun demikian dua faktor ini tentu akan diimbangi oleh ketidakpastian yang berasal dari kondisi perekonomian global dan arah kebijakan ekonomi global yang tidak pasti," tutupnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato Nota Keuangan di Gedung DPR telah menyebutkan sejumlah asumsi makro yang akan menjadi fokus pemerintah tahun depan. Pemerintah menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam nota keuangan dan RAPBN 2020 di angka 5,3% dan inflasi sebesar 3,1%.
Kemudian harga minyak dunia diperkirakan sebesar US$ 65 per barel, dengan target lifting minyak ditetapkan sebesar 734 ribu barel per hari. Sementara lifting gas diperkirakan 1,19 juta barel setara minyak per hari.
(Baca: Sri Mulyani: Iuran Tak Naik, BPJS Kesehatan Defisit Rp 32,8 Triliun)