Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan tarif cukai kantong plastik atau kresek sebesar Rp 200 per lembar. Saat ini harga plastik berbayar yang biasa tersedia di toko ritel sekitar Rp 200. Dengan pengenaan cukai itu, maka konsumen harus membayar sekitar Rp 400-Rp 500 per lembar.
"Kami usulkan tarif cukainya Rp 200 per lembar atau Rp 30 ribu per kilogram dengan asumsi 150 lembar dalam 1 kilogram plastik," kata dia saat rapat dengan Komisi XI, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/7).
Kementerian Keuangan membuat dua klasifikasi plastik yang akan dikenakan cukai. Jenis pertama adalah yang memakai bijih plastik virgin berbahan dasar polyethylene atau polypropylene . Jenis plastik ini memakan waktu penguraian lebih dari 100 tahun dan akan dikenakan tarif cukai paling tinggi.
Lalu, jenis kedua adalah yang memakai bijih plastik berbahan oxodegradable atau kantong plastik ramah lingkungan. Plastik ini mempunyai waktu penguraian dua sampai tiga tahun dan akan dikenakan tarif cukai yang lebih rendah.
Sri Mulyani menambahkan, usulan tarif ini telah menimbang beberapa hal. Pemerintah memang ingin mengenakan cukai karena dampak plastik terhadap lingkungan yang sangat destruktif. "Kantong kresek tidak bisa didaur ulang dan butuh waktu lama sebelum benar-benar terurai," ucap dia.
(Baca: Kendalikan Limbah, Pemerintah Didorong Segera Terapkan Cukai Plastik)
Hal kedua yang dipertimbangkan adalah negara-negara lain sudah mengenakan cukai plastik. Bahkan, menurut Sri Mulyani, pengenaan tarif Rp 30.000 per kilogram ini sudah cukup murah. Adapun Ia menjelaskan Malaysia mengenakan cukai plastik sebesar Rp 63.503 per kilogram sejak 2016, Inggris dan Wales sebesar Rp 85.534 per kilogram. Kamboja sebesar Rp 127.173 per kilogram bahkan Filipina Rp 259.422 per kilogram.
Pengenaan tarif cukai plastik ia meyakini tidak akan mengakibatkan inflasi. Hal ini karena andilnya akan sangat kecil terhadap total inflasi secara keseluruhan. "Kalau cukai ini diterapkan hanya akan berdampak 0,045%," ujarnya.
Selain itu, pengenaan cukai kepada kantong plastik juga sudah cukup mendesak. Hal ini diatur dalam pasal 2 ayat 1 UU Cukai 2007 Nomor 39 yang menjelaskan cukai dikenakan dan dikendalikan, serta peredarannya diawasi.
(Baca: Kemenperin Masih Bersikukuh Tolak Cukai Plastik)
Tak hanya itu, pemerintah pun sebenarnya juga telah memasukkan penerimaan cukai ini di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak 2017 lalu. Adapun pada APBN 2019, pemerintah menargetkan penerimaan cukai plastik sebesar Rp 500 miliar.
Sementara itu, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut 9,95 miliar lembar sampah dihasilkan setiap tahun. Data tersebut turut mengatakan sampah plastik terus meningkat dari 2013 hingga ke 2016 sebesar 3% yakni dari 13% menjadi 16 persen. Sebesar 62% dari seluruh sampah plastik merupakan kantong kresek.