Restitusi Tumbuh Pesat, Target Penerimaan Pajak Berat

Arief Kamaludin | Katadata
Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
23/4/2019, 14.17 WIB

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai target penerimaan pajak menjadi berat lantaran kebijakan percepatan pengembalian pembayaran pajak (restitusi). Menurut dia, kebijakan restitusi perlu diantisipasi pemerintah sebagai penyebab potensi kekurangan penerimaan (shortfall) pajak.

"Jika berlanjut dan jadi pola sepanjang tahun tanpa penambal, memang (target penerimaan) akan berat," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (23/4).

Hingga Maret 2019, restitusi pajak mencapai Rp 50,65 triliun atau tumbuh 47,83%. Pertumbuhan tersebut melonjak dibandingkan tahun sebelumya pada kisaran Rp 34 triliun atau melambat 20% secara tahunan.

(Baca: Pertumbuhan Penerimaan Pajak Turun, Ada Potensi Tak Capai Target 2019)

Secara rinci, restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencapai Rp 38,2 triliun atau tumbuh 46,6%. Sementara restitusi Pajak Penghasilan (PPh) mencapai Rp 12,45 triliun.

Restitusi mengakibatkan penerimaan pajak hingga Maret hanya mencapai Rp 248,98 triliun. Penerimaan tersebut tumbuh 1,82% dibandingkan Maret 2018. Namun angkanya lebih rendah daripada pertumbuhan tahun lalu yang mencapai hampir 10%. Padahal, penerimaan pajak diharapkan bisa tumbuh 19,8% dari realisasi tahun lalu untuk mencapai target 2019 yang sebesar Rp 1.577,57 triliun.

Prastowo memperkirakan jumlah restitusi tidak akan menurun hingga akhir tahun. Restitusi diperkirakan akan terus terjadi namun dengan nilai yang fluktuatif.

(Baca: Restitusi Dipercepat, Penerimaan PPN Januari Tumbuh Negatif 9,2%)

Karena itu, pemerintah perlu menyusun kebijakan untuk menutupi potens kekurangan shortfall dari restitusi pajak. Hal ini dapat dilakukan dengan menindaklanjuti data pertukaran data secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI). "Follow-up program besar yang berdampak signifikan perlu di-launch," ujarnya. 

Direktorat Jenderal Pajak juga harus menargetkan wajib pajak yang tidak patuh dan yang berpotensi besar. Selain itu, perlu ada optimalisasi imbauan kepatuhan maupun audit pajak.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengaku tidak khawatir terhadap penerimaan pajak meskipun ada program restitusi. "Karena restitusi bisa membantu competitiveness perusahaan," ujarnya.

(Baca: Jumlah Pemohon Restitusi Pajak Melonjak 264% Pada 2018)

Hingga akhir tahun, ia memperkirakan pertumbuan restitusi sebesar 18-20%. Perlambatan pertumbuhan diperkirakan terjadi mulai Mei nanti karena pelaksanaan restitusi telah bergulir selama satu tahun. "Yang jelas kami terus memantau. Yang besar di wajib pajak besar juga kami lihat," ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, percepatan restitusi merupakan salah satu fasilitas untuk membuat pengusaha nyaman. Percepatan itu diutamakan untuk wajib pajak yang memiliki reputasi baik. Karena itu, permintaan restitusi PPN mengalami peningkatan. "Ini menunjukkan pelayanan lebih baik bagi dunia usaha," ujar dia pada Januari lalu.

Reporter: Rizky Alika