Teka-teki sikap The Federal Reserve di akhir tahun ini terjawab: menaikkan suku bunga jangka pendek sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (19/12) waktu setempat. Namun bank sentral Amerika Serikat itu mengisyaratkan laju kenaikan suku bunga yang lebih lambat tahun depan karena ekonomi Amerika diperkirakan akan mendingin.

Dengan keputusan tersebut, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mengubah suku bunga fed fund rate (FFR) saat ini menjadi 2,25 hingga 2,50 persen. “Mengingat realisasi dan ekspektasi kondisi-kondisi pasar kerja dan inflasi,” kata The Fed dalam pernyataannya setelah mengakhiri pertemuan kebijakan dua hari kemarin.

(Baca: Peluang Kembali Mengalirnya Dana Asing di Tengah “Melunaknya” The Fed)

Hal ini menandai kenaikan suku bunga The Fed keempat kali tahun ini dan langkah kesembilan sejak akhir 2015 sebagai bentuk normalisasi kebijakan moneter di sana. The Fed mengatakan pasar tenaga kerja Amerika terus menguat dan kegiatan ekonomi naik pada tingkat yang kuat sejak pertemuan kebijakan terakhir pada November. Sementara itu, pertumbuhan investasi tetap moderat dari langkah cepat di awal tahun.

Penantian pasar atas langkah The Fed ini yang diduga menjadi sentimen atas arus keluar dana asing (capital outflow) di Indonesia mulai pekan lalu. Walau demikian, beberapa ekonom memperkirakan dana panas tersebut akan kembali mengalir sebab Bank Indonesia telah menerapkan kebijakan antisipatif.

Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja dalam Media Gathering UOB, kemarin, mengatakan Indonesia telah mengambil kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan perekonomian. Hal itu tercermin dari penguatan mata uang garuda setelah sempat berada pada posisi terlemah Rp 15.300 per dolar Amerika pada akhir Oktober menjadi Rp 14.200 dalam tiga minggu.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam juga melihat arus modal asing biasanya digerakkan oleh isu global. Sementara kondisi domestik hanya menguatkan. Artinya, kata Pieter, tidak ada faktor pemicu capital outflow apabila The Fed tidak menaikkan bunga acuan.

Rupanya, The Fed menuntaskan kenaikan agresifnya di pengujung tahun ini dengan mengerek bunga 25 basis poin. Karena itu, Indonesia perlu bersiap-siap menghadapi pelarian sementara arus dana asing.

(Baca: Risiko Resesi AS Meningkat, Ekspektasi Kenaikan Bunga Fed Melemah)

Walau demikian, pejabat-pejabat bank sentral di sana memperkirakan ekonomi Amerika hanya tumbuh 3,0 persen tahun ini, sedikit lebih rendah daripada estimasi 3,1 persen. Mereka juga merevisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi pada 2019 menjadi 2,3 persen dari proyeksi sebelumnya 2,5 persen.

Dengan pelambatan tersebut, para petinggi The Fed memperkirakan hanya akan ada dua kali kenaikan suku bunga pada tahun depan. Hal ini lebih moderat dari estimasi semula yang akan menaikkan tiga kali lagi.

“Meskipun memiliki latar belakang ekonomi yang kuat dan ekspektasi pertumbuhan yang sehat, kami melihat perkembangan yang mungkin menandakan beberapa pelemahan,” kata Jerome Powell pada konferensi pers, Rabu waktu setempat (19/12). “Ini lebih mungkin bahwa ekonomi akan tumbuh dengan dua kenaikan suku bunga selama tahun depan.”

(Baca: Rupiah Kembali Melemah, Ini Prediksi Ekonom hingga Akhir Tahun)

Tetapi Powell juga menekankan bahwa keputusan kebijakan The Fed bukan karena penyesuaian saja. Ada tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi tentang jalur dan tujuan peningkatan suku bunga lebih lanjut.

Seperti diketahui, pertemuan The Fed setelah Presiden Amerika Donald Trump mendesak bank sentral itu menahan diri untuk menaikan suku bunga mengingat gejolak pasar baru-baru ini. “Rasakan pasar, jangan hanya pergi dengan angka-angka yang tidak berarti,” kata Trump pada Selasa (18/12) pagi.

Reporter: Antara, Rizky Alika