Data Keuangan Nasabah Jadi Andalan Buat Capai Target Pajak 2019

Arief Kamaludin|KATADATA
7/11/2018, 22.16 WIB

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mulai memeroleh data keuangan nasabah dari lembaga keuangan dalam negeri maupun otoritas negara lain pada tahun ini. Hal itu seiring dengan pemberlakukan pertukaran data keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) dalam konteks domestik maupun internasional. Data ini bakal jadi andalan untuk mengejar target perpajakan 2019, seperti disebut Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan beberapa waktu lalu.

Kepada Katadata.co.id, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menjelaskan pihaknya akan melakukan pengawasan kepatuhan dengan mengecek kebenaran pelaporan harta yang meliputi penghasilan, dan pajak terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan. Data tersebut akan disesuaikan dengan data keuangan, seperti saldo rekening yang berasal dari lembaga keuangan domestik maupun luar negeri melalui program AEoI.

(Baca juga: Perkuat Pengawasan, Ditjen Pajak Kerja Sama dengan Dukcapil)

Saat ini, data yang sudah diperoleh Ditjen Pajak masih dalam proses validasi data di kantor pusat. Ia menerangkan, Ditjen Pajak akan menggunakan dan mengolah data dengan hati-hati sehingga perlu pengecekan keabsahan data.

"Jadi data belum di-deliver ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) untuk tujuan tersebut (pengawasan kepatuhan)," ujarnya. Rencananya, data akan dikirimkan kepada KPP pada akhir tahun 2018 atau awal tahun 2019. 

Meskipun pemanfaatan data AEoI belum dilakukan, Sumber Katadata.co.id di industri keuangan mendengar mulai adanya nasabah di luar Jakarta yang mengeluh lantaran dihubungi petugas pajak terkait harta yang belum dilaporkan. Keluhan yang dimaksud bahkan datang dari nasabah yang sudah mengikuti pengampunan pajak (tax amnesty). "Mereka yang sesudah ikut tax amnesty merasa menjadi sasaran tembak berikutnya," kata dia.

(Baca juga: Bank Ramal Nasabah Resah soal Keterbukaan Data tapi Cuma Sementara)

Adapun target penerimaan perpajakan (pajak dan bea cukai) tahun depan memang tergolong tinggi yakni sebesar Rp 1.786,4 triliun, naik 15,36% dibandingkan proyeksi realisasi tahun ini sebesar 1.548,4 triliun. Mayoritas target tersebut bakal berasal dari pajak. Maka itu, diperlukan usaha lebih untuk bisa mencapai target.

Saat pembahasan anggaran 2019 dengan parlemen, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dengan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5% dan inflasi 3,5%, maka Produk Domestik Bruto (PDB) naik 8,5%. Ini artinya, bila bergerak bersama ekonomi, pertumbuhan pajak hanya akan naik 8,5%.

(Baca juga: Rem Utang, Penerimaan Perpajakan Digenjot Buat Belanja Negara)

“Namun kami mematok penerimaan pajak harus naik 16% itu berarti jajaran pajak harus extra effort," kata dia, ketika itu. Meski penerimaan pajak terkesan ambisius, ia memastikan aparat pajak akan mencari penerimaan pajak secara terukur.