Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat tidak mengubah asumsi nilai tukar rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 yaitu Rp 14.400 per dolar Amerika Serikat (AS). Meski begitu, jika terjadi pergerakan nilai tukar, pemerintah telah memperhitungkan pengaruhnya terhadap anggaran negara.
Total postur anggaran dalam RAPBN 2019 akan turun Rp 1,43 triliun setiap rupiah menguat yaitu Rp 100 per dolar AS. Sebaliknya, jika rupiah melemah maka postur anggaran akan meningkat Rp 1,22 triliun.
Secara lebih rinci, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat rupiah menguat Rp 100 per dolar AS dari asumsi tersebut maka penerimaan negara turun Rp 4,66 triliun menjadi Rp 2.138 triliun. Pendapatan tahun depan diasumsikan Rp 2.142 triliun.
"Penerimaan menurun dari pajak terutama pajak migas karena dalam bentuk dolar," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis (13/9).
Apabila kurs rupiah menguat maka belanja negara menggunakan greenback alias dolar AS juga diproyeksikan susut. Setiap terjadi penguatan Rp 100 per dolar AS, anggaran belanja turun Rp 3,4 triliun. Pemerintah mengasumsikan belanja negara tahun depan Rp 2.439 triliun.
(Baca juga: 2019, Defisit APBN Diprakirakan 1,84% terhadap PDB)
Asumsi kurs rupiah akan memengaruhi pos-pos penerimaan di dalam APBN yang nilainya mengacu kepada valuta Paman Sam, seperti Pajak Penghasilan (PPh) migas, penerimaan pajak perdagangan internasional, dan penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan eksplorasi migas.
Pada sisi belanja negara, asumsi nilai tukar mata uang Garuda berdampak kepada pengeluaran untuk subsidi energi, belanja yang bersumber dari pinjaman luar negeri, serta pembayaran bunga dan pokok utang luar negeri.
Sementara itu, dari segi pembiayaan maka pergerakan nilai tukar rupiah berimbas kepada nilai pinjaman luar negeri secara tunai maupun pinjaman kegiatan, penerusan pinjaman, dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.
(Baca juga: Pelemahan Rupiah Dinilai akan Mengerek Utang Pemerintah)
Sebelum asumsi kurs rupiah ditetapkan memang sempat terjadi perdebatan dalam rapat kerja pemerintah dengan perwakilan fraksi partai di Komisi XI DPR RI hari ini, Kamis (13/9).
Anggota Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan awalnya tak setuju dengan nilai tukar Rp 14.400 per dolar AS. "Sekarang saja dolar melebihi Rp 14.700 per dolar. Apa itu masih realistis? Bahkan Rp 14.500 pun saya rasa itu tidak realistis," kata dia.
Setelah mendapat penjelasan dari Bank Indonesia (BI), Fraksi Partai Gerindra akhirnya setuju dengan asumsi Rp 14.400 per dolar AS. Bank sentral memproyeksikan Garuda akan bergerak di rentang Rp 14.300 - Rp 14.700 per dolar AS.
Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nur Chayati juga menyetujui asumsi tersebut. "Kurs, kami optimis dengan Rp 14.300. Kami tergantung dengan kemampuan BI. Kalau BI sanggup di 14.300, kami setuju. Bila di 14.400, kami ikut setuju," tuturnya.
Adapun, Menkeu Sri mengutarakan bahwa tekanan global pada tahun depan akan mereda sejalan dengan perkiraan BI. Pemerintah optimistis nilai tukar rupiah terjaga di level Rp 14.400 per dolar AS. "Kami berharap apa yang disampaikan BI bahwa 2019 bisa lebih kecil dinamikanya," kata Sri.
Rapat kerja pemerintah dengan Komisi XI DPR RI menyepakati bahwa asumsi makroekonomi 2019 tetap sesuai Nota Keuangan RAPBN 2019. Hasil rapat ini akan dibahas lebih lanjut oleh Badan Anggaran DPR RI kemudian dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
Berikut ini asumsi makro di dalam Rancangan APBN 2019:
- Pertumbuhan ekonomi 5,3%
- Inflasi 3,5%
- Nilai tukar rupiah Rp 14.400 per dolar AS
- Tingkat bunga SPN 5,3%
- Tingkat pengangguran 4,8% - 5,2%
- Angka kemiskinan 8,5% - 9,5%
- Rasio gini 0,038 - 0,039
- Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 71,98