Dinamika pasar keuangan global dan defisit pada neraca transaksi berjalan memperkuat sentimen negatif terhadap rupiah. Ekonom berasumsi bahwa Bank Indonesia (BI) perlu menaikkan lagi tingkat suku bunga acuan 7-day (Reverse) Repo Rate atau 7-DRRR.
Kurs rupiah sedang di posisi terburuk sejak 2016. Nilai tukarnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak Senin (13/8) berkisar 14.600. Kondisi ini terpengaruh reaksi pelaku pasar terhadap current account deficit (CAD) serta pelemahan kurs lira Turki. Oleh karena itu, sejumlah ekonom memproyeksikan BI akan mengerek kembali suku bunga acuan.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menyatakan, bank sentral kemungkinan menaikkan lagi suku bunga acuannya sebesar 0,25%. "Rapat Dewan Gubernur besok potensinya naik 25 basis poin (bps) kalau BI melihat risiko ini cukup besar," katanya kepada Katadata, Selasa (14/8).
Penaikan 7-DRRR diharapkan bisa meredam gejolak nilai tukar mata uang garuda. Pasalnya, kebijakan moneter ini dapat mempengaruhi besaran imbal hasil instrumen investasi, semakin tinggi maka investor asing lebih betah. Selain itu, penaikan suku bunga acuan dapat pula menghambat efek domino dari krisis di Turki.
(Baca juga: Menkeu Akui Krisis Turki Bikin Pamor Rupiah Meredup)
Josua berpendapat, gejolak nilai tukar lira Turki luput dari antisipasi BI. Bank sentral terpaku kepada pergerakan Federal Funds Rate serta perang dagang di antara AS dan Tiongkok saja. Belakangan muncul pula tekanan dari kebijakan Amerika Serikat yang menaikkan tarif untuk produk metal asal Turki.
Sementara itu, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual juga mengutarakan hal senada. Semula dia memprakirakan, BI akan kembali mengerek suku bunga acuan pada September 2018. Pasalnya, bank sentral terlebih dulu menunggu hasil rapat bank sentral AS, The Federal Reserve.
Apabila melihat posisi CAD terbaru, menurut David, suku bunga acuan 7-DRRR kemungkinan segera dinaikkan lagi pada Agustus sekitar 25 bps. "Naik karena defisit transaksi berjalan di atas prakiraan dan adanya kekhawatiran faktor eksternal, Turki, yang membuat rupiah tertekan sejak akhir minggu lalu," ujarnya.
Mengacu kepada data Bloomberg, nilai tukar rupiah kini bergerak di kisaran 14.622 per dolar AS atau melemah 0,10% dibandingkan dengan perdagangan Senin (13/8). Apabila dikomparasikan dengan posisi pada awal Agustus tahun ini, 14.440 per dolar AS, kurs rupiah tercatat anjlok 1,26%.