Kewajiban Pencantuman Data Pembeli di e-Faktur Pajak Tuai Pro Kontra

Arief Kamaludin | Katadata
23/12/2017, 17.30 WIB

“Pertanyaannya, kita mau terus tidak transparan? Atau mau bergerak ke arah transparan dengan sedikit struggle (usaha),” kata dia. (Baca juga: Kepatuhan Meningkat, Penerimaan Pajak di Luar Tax Amnesty Tumbuh 14,5%)

Di sisi lain, Pengamat Pajak Yustinus Prastowo berpendapat, waktu (timing) pemberlakuan ketentuan tersebut kurang tepat meskipun tujuannya baik. Sebab, pemerintah tengah berupaya menggenjot konsumsi masyarakat untuk mendongkrak ekonomi, sedangkan kebijakan tersebut bisa memicu keraguan untuk belanja.

Database dari konsumsi memang paling mudah untuk proflling (pembuatan profil wajib pajak untuk mengetahui kepatuhan ataupun potensi pajaknya). “Tapi, momentumnya kurang pas.” (Baca juga: Kemenkeu Kaji Tarif Pajak dan Perlakuan Khusus E-Commerce UMKM)

Lebih jauh, ia menambahkan, ketentuan tersebut juga belum kuat lantaran tidak diatur dalam undang-undang. Maka itu, perlu ada singkronisasi lebih dulu. “Sia-sia kan kalau nanti dikoreksi terus kalah. Ini soal yuridis. Jangan sampai tabrak aturan,” kata dia.

Prastowo menyarankan pemerintah untuk membangun sistem identitas tunggal alias single identity terlebih dulu agar NIK berfungsi sebagai NPWP. “Ketika NIK menjadi NPWP, tidak ada alasan lagi orang untuk menolak (mencantumkan nomor identitasnya saat bertransaksi jual-beli),” ucapnya. (Baca juga: Satukan Nomor Penduduk dan NPWP, Wajib Pajak Bisa Tambah 1 Persen)

Halaman: