Penurunan harga atau deflasi pada Agustus lalu membuat kemampuan ekonomi petani dan buruh bangunan membaik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat upah riil petani naik 0,26% dibanding bulan sebelumnya (month to month/mtm), sedangkan upah riil buruh bangunan naik 0,41%.
Kepala BPS Suhariyanto memaparkan, secara nominal upah buruh tani naik 0,15% menjadi Rp 50.003. Adapun upah riil-nya naik 0,26% menjadi Rp 37.508 per hari. Sebelumnya, pada Juli lalu kenaikan upah riil hanya 0,03%. "Upah buruh tani naik karena Agustus lalu terjadi deflasi 0,12% di perdesaan," kata dia saat Konferensi Pers di Kantornya, Jumat (15/9).
Di sisi lain, upah buruh bangunan naik 0,34% menjadi Rp 84.362 per hari. Sedangkan upah riil-nya naik 0,41% menjadi Rp 64.939. Kondisi ini berbalik dari Juli yang mengalami penurunan 0,1%. "Upah buruh bangunan ini naik karena Agustus terjadi deflasi 0,07%," kata Suhariyanto. (Baca juga: Jaga Daya Beli, Ekonom Imbau Pemerintah Cegah Pemangkasan Pekerja)
Sementara itu, upah buruh informal perkotaan juga mengalami kenaikan. Upah buruh potong rambut wanita naik 0,43% menjadi Rp 25.785 per kepala. Adapun upah riil-nya naik 0,50% menjadi Rp 19.848 per kepala. Kemudian, upah pembantu rumah tangga mengalami kenaikan 0,44% menjadi Rp 377.795 per bulan. Sedangkan untuk upah riil-nya naik 0,51% menjadi Rp 290.813 per bulan.
Perubahan upah riil ini menggambarkan daya beli dari pendapatan yang diterima para pekerja. Semakin tinggi upah riil maka semakin tinggi kemampuan ekonominya dan sebaliknya. (Baca juga: Harga Beras dan Emas Naik, Inflasi Muncul Lagi di September)
Sebelumnya, Suhariyanto sempat menyebut upah riil petani yang stagnan dan upah buruh bangunan yang turun pada Juli sebagai salah satu penyebab konsumsi rumah tangga pada kuartal II tidak tumbuh sesuai harapan.
Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,95% secara tahunan pada kuartal II, hanya naik tipis dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,93%. Bahkan, pertumbuhannya lebih lambat bila dibandingkan dengan kuartal II tahun lalu yang sebesar 5,07%.