Jaga Defisit, Pemerintah Sepakat Pertamina Talangi Subsidi Energi

Katadata | Arief Kamaludin
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
5/7/2017, 20.00 WIB

Pemerintah telah memutuskan tidak akan menaikkan lagi harga jual bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi, serta elpiji 3 kilogram (kg). Agar tidak membebani dan menambah defisit anggaran negara, PT Pertamina (Persero) diminta menalangi dahulu selisih harga jual dengan harga keekonomiannya yang cenderung naik seiring pergerakan harga minyak dunia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, defisit anggaran tahun ini diperkirakan akan melebar dari 2,41 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 menjadi 2,67 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka defisit baru ini diajukan dalam Rancangan APBN Perubahan 2017.

Salah satu penyebab pembengkakan defisit adalah membesarnya beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah lantaran harga minyak dunia meningkat. Apalagi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memutuskan harga Solar subsidi dan elpiji subsidi 3 kg tidak akan naik hingga September mendatang.

Alhasil, ada selisih antara harga BBM dan elpiji 3 kg yang diterima masyarakat dengan harga keekonomiannya. Untuk sementara waktu, risiko atas selisih harga tersebut akan ditanggung Pertamina. (Baca: Harga Premium dan Solar Tak Naik Hingga September, Pertamina Terbebani)

Sri Mulyani mengaku, putusan tersebut sudah disetujui oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.

"Mengenai subsidi LPG, listrik, dan BBM kami melakukan kalkulasi lagi. Keputusan dari Menteri BUMN dan Menteri ESDM, perbedaan antara jumlah subsidi yang ada di APBN dengan yang harus ditanggung oleh Pertamina, akan dibayar oleh Pertamina dulu," kata dia usai Rapat Kerja (Raker) dengan Badan Anggaran di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (5/7).

Agar tak terlalu membenani keuangan Pertamina, pemerintah berencana membayarkan dana subsidi BBM yang dipakai oleh institusi pemerintah, seperti Tentara Negara Indonesia (TNI). "Semester II kami akan melihat dari sisi pemerintah akan memenuhi kewajiban pembayaran BBM yang selama ini dipakai oleh institusi, seperti TNI, yang belum terbayarkan. Kami akan menggunakan itu," kata Sri Mulyani.

Sebelumnya, Pertamina mengklaim jumlah tanggungan perusahaan dari menjual Premium dan Solar sejak awal 2017 sampai Juni ini sudah Rp 15 triliun. Angka ini terus bertambah jika harga BBM tidak berubah sampai akhir tahun. “Pertamina yang menanggung (harga Premium), karena memang tidak ada anggaran subsidinya,” kata Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar.

(Baca: Kementerian ESDM Taksir Subsidi Elpiji Membengkak Jadi Rp 42 Triliun)

Sementara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja pernah memperkirakan, anggaran subsidi elpiji dalam rancangan APBN-P 2017 bakal naik Rp 20 triliun dari alokasi dalam APBN 2017 yang berkisar Rp 22 triliun.  "Kami hitung kalau misalnya harga minyak dan elpiji seperti sekarang terus, sampai akhir  tahun sekitar  Rp 42  triliun (dana subsidi)," kata dia, awal Mei lalu.

Di sisi lain, Sri Mulyani mengungkapkan, defisit anggaran berpotensi membengkak juga akibat bertambahnya belanja negara dari yang sudah ditetapkan dalam APBN 2017 sebesar Rp 2.080,5 triliun. Sebab, ada tiga proyek utama baru yang masuk pos belanja tahun ini yaitu biaya penyelenggaraan Asian Games 2018, Pemilihan Umum (Pemilu), dan pembiayaan sertifikasi tanah.

Sebelumnya, Sri Mulyani menyatakan, pemerintah memproyeksikan belanja negara dalam APBN-P 2017naik Rp 10 triliun. Selain Asian Games dan Pemilu, penyebabnya adalah pembiayaan kekurangan sertifikasi tanah yang mencapai Rp 1,2 triliun. Sementara penerimaan pajaknya diperkirakan mengalami selisih antara target dengan realisasi (shortfall) sebesar Rp 50 triliun dari target Rp 1.307 triliun.