DPR Kritisi Asumsi Makro 2018, Pertumbuhan Ekonomi Terlalu Tinggi

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
30/5/2017, 17.40 WIB

Adapun, asumsi inflasi yang sebesar 2,5-4,5 persen dianggap masih terlalu tinggi. Hal ini lantaran dia membandingkan dengan tingkat inflasi di negara lainnya yang pasarnya tengah berkembang (emerging market).

Selain itu, Sutiman juga berpendapat asumsi nilai tukar rupiah terlalu terdepresiasi. Pemerintah mengasumsikan nilai tukar rupiah berkisar Rp 13.500 - Rp13.800 per dolar Amerika Serikat (AS), tahun depan. Maka itu, ia menilai pemerintah harus meningkatkan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI).

Ia juga mewanti-wanti asumsi harga minyak mentah (Indonesia Crude Price/ICP) yang sebesar US$ 45-US$ 60 per barel. Di satu sisi, asumsi itu bisa meningkatkan penerimaan Indonesia dari ekspor minyak. Namun, ia mengingatkan dampaknya pada impor Bahan Bakar Minyak (BBM). "Kami memandang meski harga naik, maka pemerintah harus hedging harga minyak khususnya untuk impor," kata dia.

Sementara itu, Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Wilgo Zainar mengatakan, untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4-6,1 persen pemerintah harus memastikan pertumbuhan ekonomi di tahun ini bisa mencapai 5,1 persen atau bahkan lebih baik. Adapun, pencapaian pada kuartal I 2017 lalu dinilai belum cukup. Maka itu, pemerintah harus bekerja keras menggenjot pertumbuhan ekonomi ke depan.

Ia pun berpesan, agar pertumbuhan ekonomi berdampak pada kesejahteraan rakyat, dalam arti menurunkan kemiskinan dan kesenjangan. Ia pun mengapresiasi target penurunan pengangguran menjadi 5,3-5,5 persen, kemiskinan 9-10 persen, dan gini rasio 0,38 persen. (Baca juga: BI Nilai Ekonomi Perlu Tumbuh 7% Agar Masyarakat Sejahtera)

Meski tak sepenuhnya sepakat dengan kerangka ekonomi makro yang diajukan pemerintah, namun seluruh fraksi menyetujui untuk membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal 2018 pada tahap lebih lanjut. Namun masing-masing partai memberikan catatan-catatan, yang mayoritas terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang dinilai terlalu optimistis dan penurunan lifting migas.

Halaman: