Laju inflasi pada tahun ini diperkirakan akan lebih tinggi akibat kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices). Namun, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto meramal kondisi itu tidak akan menekan daya beli masyarakat. Dengan begitu, target pertumbuhan ekonomi 2017 dapat tercapai.

Ia melihat, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah sudah membuat sederet langkah strategis untuk mengantisipasi kenaikan harga tersebut. Salah satunya adalah menekan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) sebesar dua persen dari 5,92 persen tahun lalu menjadi 4-5 persen tahun ini.

“Yang harus dijaga pasokan pangan, harus betul-betul diperhatikan timing, khususnya lebaran dan Desember,” kata Suhariyanto saat konferensi pers pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2016 di kantor BPS, Jakarta, Senin (6/2). (Baca juga: Inflasi Januari 2017 Sebesar 0,97 Persen, Tertinggi Sejak 2015)

Ia menilai positif daya beli masyarakat tahun ini lantaran daya beli masyarakat sudah menunjukkan peningkatan pada kuartal IV-2016. Penjualan mobil wholesale Kuartal IV-2016, misalnya, naik 12,18 persen secara tahunan. Demikian juga dengan impor barang konsumsi yang tumbuh 13,56 persen, padahal pada periode yang sama tahun 2015 tercatat turun 14,17 persen.

Sebelumnya, BI dan beberapa ekonom memperkirakan inflasi tahun ini bakal melampaui inflasi tahun lalu yang sebesar 3,02 persen. Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, tekanan inflasi terutama bersumber dari kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices) yaitu tarif dasar listrik (TDL) dan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) satu harga.

Untuk menjaga inflasi keseluruhan tahun tetap di kisaran target 4-5 persen tahun ini, Agus mengatakan bahwa BI dan pemerintah akan fokus mengendalikan inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti seperti volatile food. Jadi, “Kalau pun ada administered prices bisa dijaga di empat plus minus satu persen,” kata Agus.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengatakan, kenaikan tarif dasar listrik bisa mendongkrak inflasi tahun ini kisaran 4 persenan. “Tanpa administered price, dengan pertumbuhan ekonomi yang belum naik, inflasi tidak akan naik banyak dari 3,02-3,1 pesen. Kalau ditambah administered prices 0,8-1 persen (TDL), bisa sampai 4,1-4,2 persen. Tapi itu belum memasukan faktor BBM,” ujar Anton.

Maka itu, ia menekankan, pemerintah harus memilih waktu yang tepat supaya inflasi bisa terjaga. (Baca juga: BI Taksir Musim Panen Waktu Pas untuk Kenaikan Harga BBM)

Di sisi lain, Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Budi Hikmat memperkirakan inflasi keseluruhan tahun ini bisa mencapai 4,7 persen. Pemicunya, kenaikan harga minyak dunia yang akan berimbas pada kenaikan harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax, Pertalite, dan yang lainnya.

Meski inflasi menanjak, namun Budi meyakini pertumbuhan daya beli masyarakat bisa mengalami peningkatan. “Pertumbuhan daya beli bisa (meningkat). Dulu itu noise (gangguan) dari amnesti pajak karena banyak yang memanfaatkan denda (pajak) yang rendah ini, orang jadi mengurangi konsumsinya. Tahun ini saya yakin akan membaik (karena kenaikan harga komoditas),” ujar Budi. Daya beli masyarakat diproyeksi tumbuh di atas 5 persen.