Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil perkembangan indeks harga konsumen atau inflasi pada bulan Januari 2017 sebesar 0,97 persen. Angka tersebut tertinggi jika dibandingkan inflasi pada Januari selama tiga tahun terakhir.
“Inflasi Januari tahun ini lebih tinggi dibandingkan Januari 2015 maupun Januari 2016," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Selasa, 1 Februari 2017.
Ia menjelaskan, dari survei BPS di 82 kota, inflasi Januari tahun ini 2017 lebih tinggi jika dibandingkan Januari 2016 yang sebesar 0,51 persen dan Januari 2015 sebesar -0,24 persen (deflasi).
Bagaimanapun, inflasi year on year (yoy) Januari 2017 sebesar 3,49 persen, lebih rendah dibanding Januari 2016 sebesar 4,14 persen dan Januari 2015 sebesar 6,96 persen.
(Baca juga: Inflasi Januari Ditaksir 0,69 Persen Tersulut Harga Cabai dan Listrik)
Selain itu, inflasi Januari 2017 juga lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu Desember 2016 sebesar 0,42 persen. Di mana, menurut data BPS, kenaikan ini terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukan oleh seluruh indeks kelompok pengeluaran.
Hanya saja, Suhariyanto mencatat, golongan transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, mengalami kenaikan terbesar yaitu 2,57 persen dan andil terhadap inflasi sebesar 0,43 persen. Dalam kelompok pengeluaran ini, kenaikan tarif perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) memiliki andil terbesar yaitu 0,23 persen terhadap inflasi, disusul oleh tarif pulsa 0,14 persen.
Penyumbang terbesar inflasi yang kedua yaitu golongan perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang megalami kenaikan 1,09 persen dan andil terhadap inflasi sebesar 0,26 persen. Dalam golongan ini, komoditas yang menyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan tarif listrik pelanggan 900 VA yang sudah tidak disubsidi sebesar 0,19 persen, tarif sewa rumah sebesar 0,04 persen dan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 0,08 persen.
(Baca juga: Jaga Inflasi, Pemerintah Cari Waktu Naikkan Harga BBM)
Kemudian, inflasi tertinggi ketiga terjadi di bahan makanan sebesar 0,66 persen. Namun, Suhariyanto mengatakan, biasanya inflasi bahan makanan ini selalu lebih tinggi. “Artinya, pemerintah berhasil menjaga harga bahan makanan ini di level yang wajar,” katanya.
Memang ada beberapa komoditas yang mengalami inflasi seperti cabai rawit sebesar 0,10 persen, ikan segar sebesar 0,07 persen. Tapi ada beberapa komoditas yang menahan laju inflasi seperti cabai merah -0,08 persen dan bawang merah sebesar -0,06 persen.
"Kalau dilihat menurut komponennya, seperti diduga bahwa inflasi Januari 2017 ini dipengaruhi oleh administered prices. Dengan inflasi umum 0,97 persen maka inflasi untuk administered prices adalah 2,57 persen," ujar Suhariyanto.
Suhariyanto menjelaskan, golongan lain yang mengalami inflasi yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,47 persen. Kelompok sandang sebesar 0,33 persen. Serta, kelompok kesehatan sebesar 0,50 persen. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga sebesar 0,12 persen. Dari 82 kota tersebut, seluruhnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Pontianak sebesar 1,82 persen dan yang terendah terjadi di Manokwari sebesar 0,09 persen.
(Baca juga: Harga Minyak Turun, Tarif Listrik Februari 2017 Tetap)
Sementara itu, komponen inti pada Januari 2017 dan tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari) 2017 mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,56 persen. Serta, tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (Januari 2017 terhadap Januari 2016) sebesar 3,35 persen.
Lebih lanjut, Suhariyanto menjelaskan, sumbangan inflasi akibat kenaikan tarif listrik diprediksi akan semakin besar pada bulan Maret dan Mei 2017 karena adanya biaya beban. Pada awalnya, BPS menduga, kenaikan inflasi akibat tarif listrik ini baru dirasakan pada Februari 2017, tapi 41 persen rumah tangga 900 VA nyatanya menggunakan sistem pra bayar, sehingga di Januari ini sudah terasa.
Dengan demikian, Suhariyanto berharap, pemerintah segera menyusun langkah strategis untuk menanggulangi kenaikan inflasi akibat dampak dari harga yang diatur pemerintah tersebut. "Salah satunya, harga pangan harus betul-betul dijaga, baik dari sisi pasokan maupun mata rantai perdagangan," ujar Suhariyanto. Secara full year pun, Suhariyanto mengatakan, masih berasumsi inflasi di angka 4 plus minus 1 persen.