Bursa saham Asia berguguran seiring kemenangan Donald Trump atas Hillary Clinton dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). Di tengah negatifnya reaksi pasar, Presiden Joko Widodo menekankan Pemerintah Indonesia tetap akan menjalin kemitraan dengan Amerika, siapapun presidennya.
Secara khusus, Jokowi menjelaskan, pemerintah tetap akan menjaga hubungan baik dengan AS, utamanya dalam hal perdagangan. “Apapun yang menjadi pilihan rakyat Amerika enggak (akan berpengaruh). Hubungan kita akan tetap baik, terutama hubungan dagang,” kata Jokowi di Jakarta, Rabu (9/11).
Menurut dia, pemerintah juga tetap akan berhubungan baik dengan AS lantaran negara tersebut merupakan satu dari lima negara yang paling besar berinvestasi di Tanah Air. Jadi, “Enggak akan ada perubahan,” ucapnya.
Sebagai informasi, keunggulan Trump atas Clinton terpantau sejak perhitungan suara dimulai pada Selasa malam (8/11) waktu setempat. Pelaku pasar langsung bereaksi terhadap perkembangan tersebut. Indeks bursa saham di Asia anjlok, demikian juga dengan sejumlah mata uang Asia.
Hingga Rabu sore, indeks Nikkei 225 di bursa Tokyo tercatat paling terpukul, lantaran merosot 5,36 persen. Indeks lainnya juga anjlok, Topix Index (Tokyo) turun 4,57 persen, Hang Seng Index turun 2,16 persen, CSI 300 Index turun 0,54 persen, dan S&P/ASX 200 Index turun 1,93 persen. Cuma MSCI AC Asia Pacific yang naik tipis 0,36 persen.
Pergerakan di bursa Asia berimbas pada bursa lokal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,04 persen ke level 5.414. (Baca juga: Pasar Global Terpuruk Menyambut Kemenangan Trump)
Adapun dolar AS menguat terhadap sebagian mata uang Asia. Dolar AS menguat 1,28 persen atas won Korea. Dolar AS juga menguat terhadap ringgit Malaysia sebesar 0,58 persen. Penguatan dolar AS juga terjadi atas dolar Singapura sebesar 0,34 persen, rupiah 0,32 persen, peso Filipina 0,08 persen, dan dolar Taiwan 0,03 persen. Adapun penguatan dolar AS terhadap dolar Hong Kong tipis hampir nol persen.
Sementara itu, dolar AS tercatat melemah 1,79 persen atas yen Jepang. Dolar AS juga melemah 0,14 persen terhadap yuan Cina, 0,28 persen atas rupe India dan 0,09 persen atas bath Thailand.
Menanggapi pergerakan indeks dan mata uang, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai, dampak pilpres AS terhadap pasar keuangan Indonesia tak akan besar lantaran investor asing masih percaya untuk menempatkan dananya di Tanah Air. Ia pun menyebut empat faktor yang mendasari keyakinan investor.
Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah menunjukkan pemulihan. Meski pertumbuhan ekonomi di Kuartal III-2016 sebesar 5,02 persen lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya, namun tetap lebih tinggi dibanding prediksi BI 4,9-5 persen. Ia pun meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal IV akan mencapai 5,1 persen didukung oleh pengeluaran pemerintah.
Kedua, ekspor Indonesia meningkat karena harga beberapa komoditas yang naik. Semula, BI memperkirakan harga komoditas masih akan tertekan empat persen tahun ini. Tapi kenyataannya justru tumbuh 0,8 persen. Kondisi ini akan memberi prospek positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Ketiga, sektor keuangan yang masih tumbuh khususnya dari pembiayaan non-bank. Hal itu terlihat dari tingginya penerbitan surat utang (obligasi) oleh korporasi untuk pembiayaan. Juga instrumen lainnya seperti saham, surat utang jangka pendek (Medium Term Note/MTN), ataupun sertifikasi deposit. Hal ini bisa mengimbangi penyaluran kredit yang hanya tumbuh tujuh persen hingga Kuartal III-2016.
Keempat, stabilitas makro ekonomi yang terjaga. Hal ini terlihat dari tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) yang membaik.
Perry menjelaskan, keyakinan investor asing terhadap perekonomian Indonesia terbukti dengan masuknya aliran modal asing (capital inflow) sebesar Rp 160 triliun sejak awal tahun (year to date/ytd). Meski begitu, ia memastikan instansinya akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, dan tak segan-segan untuk mengintervensi agar rupiah bergerak sesuai dengan fundamental.
Intervensi dimungkinkan karena cadangan devisa (cadev) cukup kuat yaitu di level US$ 115 miliar hingga akhir Oktober. "(Cadev) lebih dari cukup untuk tidak hanya stabilkan rupiah, tapi juga antisipasi risiko-risiko pembalikan modal asing (capital outflow)," ucap Perry. Namun, ia berpendapat, fluktuasi pasar sekarang ini sifatnya hanya jangka pendek. (Baca juga: Rupiah Merosot Imbas Trump, BI Siap Intervensi)