Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencatat realisasi penerimaan pajak hingga bulan lalu sebesar Rp 870,9 triliun. Angka ini masih rendah, hanya 64,2 persen dari target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendatapan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun ini sebesar Rp 1.355,2 triliun.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan meski masih jauh dari target, realisasi penerimaan hingga Oktober tahun ini masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sepanjang Januari hingga Oktober 2015, realisasi penerimaan pajak baru mencapai 59,3 persen.
Penerimaan pajak hingga Oktober tahun ini tercatat mengalami peningkatan sebesar 13,3 persen dibandingkan 10 bulan pertama tahun lalu. Namun, peningkatan ini tidak disebabkan oleh tingginya jumlah setoran pajak biasanya. Tingginya penerimaan pajak tahun ini juga disumbang oleh penerimaan dari program pengampunan pajak (tax amnesty).
(Baca: Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Cuma Tertolong Tax Amnesty)
Rendahnya realisasi penerimaan pajak tahun lalu dan tahun ini disebabkan oleh faktor yang sama. Tren impor yang masih menurun dan rendahnya harga komoditas membuat penerimaan PPN menjadi rendah. "PPN dalam negeri masih positif, tapi untuk impor masih terbanting," katanya di sela-sela pembekalan peagawai Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (7/11).
Dengan kondisi ini, Ditjen Pajak berharap pemerintah semua kementerian dan lembaga bisa menggenjot serapan anggarannya saat ini. Pasalnya belanja pemerintah akan berdampak pada peningkatan impor, sehingga penerimaan PPN bisa meningkat. Peningkatan PPN cukup penting untuk memacu penerimaan pajak.
(Baca: Kejar Target Pajak, Pemerintah Cari Data ke Asosiasi dan Ormas)
Selain itu, Ditjen Pajak juga akan terus menggenjot penerimaan dari pajak penghasilan dalam sisa dua bulan terakhir tahun ini. Selain dari PPN, Ditjen Pajak juga akan memaksimalkan penerimaan dari pajak penghasilan (PPh), khususnya dari orang pribadi.
Dari program tax amnesty yang bisa terlang sukses di periode pertama, Ditjen Pajak juga akan berupaya mengulangnya pencapaiannya di periode kedua hingga, yang berlangsung hingga akhir tahun ini. Sasarannya, selain dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Yon juga masih akan tetap mengejar wajib pajak besar terutama yang belum membayar pajak sesuai profilnya.
Dalam upaya menggenjot penerimaan pajak dan tax amnesty, Ditjen Pajak juga akan memanfaatkan teknologi informasi (IT) dalam mendata wajib pajak. Dengan begitu petugas pajak lebih mudah mengejar setoran dari wajib pajak dan memiliki data pembanding.
(Baca: Pemerintah Bidik Setoran Pajak dan Bea Cukai Naik di Akhir Tahun)
Menurut Yon, tren penerimaan pajak dalam dua bulan di penghujung tahun biasanya meningkat. Namun dia masih pesimistis penerimaan pajak bisa terkejar sesuai target dalam anggaran negara. Ditjen Pajak mengaku kemungkinan hanya akan mampu mengejar Rp 1.136 triliun atau target setelah dikurangi perkiraan terjadinya shortfall sebesar Rp 219 triliun. "Jadi target setelah shortfall masih tetap," katanya.
Ketidakyakinan Ditjen Pajak terhadap target pajak APBN-P 2016, juga dipengaruhi oleh perekonomian global yang masih lambat. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan situasi ekspor impor dunia yang belum dapat dikatakan baik ini membuat Ditjen Pajak gagal mendapatkan Rp 42 triliun dari PPh. Hal ini, kata dia, merupakan faktor eksternal di luar kemampuan seluruh pegawai pajak.
"Jadi tergantung pertumbuhan ekonomi di luar juga," katanya. (Baca: Sri Mulyani Janji Tak Akan Teruskan Strategi Ijon Pajak)