Sri Mulyani Akui Waktu Penerapan Tax Amnesty Terburu-buru

Arief Kamaludin | Katadata
1/9/2016, 15.25 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui pemberlakuan Undang-Undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) terburu-buru. Dilahirkan pada 1 Juli 2016, tahap pertama tax amnesty langsung berlaku. Padahal, aturan pelaksana belum dibuat dan masyarakat sudah memasuki libur Lebaran.

“Saya tidak tahu diskusi pemerintah dengan DPR dipikirkan. Apakah 1 juli pada saat itu, hanya dua minggu sebelum Lebaran, realistis untuk langsung argonya jalan? Tapi itu sudah terjadi. Saya tak bisa mengubah undang-undang,” kata Sri Mulyani dalam pembukaan "Diskusi Tax Amnesty" di Universitas Indonesia, Depok, Kamis, 1 September 2016. (Lihat: https://www.youtube.com/watch?v=QsrKaumT9S0)

Menurut dia, bulan pertama pemberlakuan tax amnesty habis untuk membuat aturan pelaksana dan sosialisasi. Walhasil total dana deklarasi, repatriasi, dan tebusan pada Juli sangat kecil. "Pada saat Anda berlebaran marah-marah soal Brexit, orang-orang pajak pusing membuat peraturan untuk melaksanakan undang-undang ini. Sebagian mereka tidak lebaran, sebagian mulai lakukan pendekatan. Maka kalau dilihat angkanya, Juli itu sangat minimal,” ucapnya.

Hingga memasuki awal September, dana terkait tax amnesty masih minim. Mengacu pada data Direktorat Jenderal Pajak, perolehan duit tebusan baru mencapai Rp 3,16 triliun, jauh dari target pemerintah dalam anggaran penerimaan tahun ini yaitu Rp 165 triliun. (Baca: Masih Minim, Tebusan Tax Amnesty).

Sementara itu, dana repatriasi baru Rp 10 triliun dari target Rp 1.000 triliun dalam sembilan bulan pemberlakuan program tax amnesty. Target deklarasi harta juga minim, yaitu baru Rp 151,36 triliun. Menteri Sri memprediksi perolehan dana tebusan bakal melonjak pada September atau bulan terakhir pada periode pertama tax amnesty.

Meski menemukan sederet kendala saat menjalankan Undang-Undang Pengampunan Pajak, pemerintah terus berusaha agar lebih banyak wajib pajak menggunakan haknya untuk mengikuti program tax amnesty. “Hak ini kalau dipakai dia memliki beberapa persyaratan, namun kalau hak ini dipakai dia memberikan banyak sekali fasilitas,” ucapnya. (Baca: Kelompok Wajib Pajak Ini Terbebas dari Sanksi Pajak)

Sesuai spirit undang-undang tersebut, kata Menteri Sri, tujuan utama program tax amnesty memang untuk mencari harta wajib pajak besar yang selama ini disembunyikan di luar negeri atau mereka yang melakukan penghindaran pajak (tax avoidance) atau penggelapan pajak (tax evasion). “Untuk memenuhi asas keadilan,” kata dia.

Pasalnya, harta satu persen rakyat terkaya di Indonesia setara 50 persen seluruh harta di Indonesia. “Kalau mereka membayar benar, itu akan memberikan banyak manfaat,” kata dia. (Baca: Jokowi: Tax Amnesty Ini Hak, Sasarannya Pembayar Pajak Besar).

Selain itu, rasio pajak (tax ratio) Indonesia juga tergolong minim, tak sampai 11 persen. Hal itu menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengkoleksi pajak sangat lemah. “Ini kritik pertama bagi Direktorat Jenderal Pajak, bagaimana mungkin suatu ekonomi yang going so fast, middle class mulai tumbuh banyak, size ekonomi termasuk 20 terbesar di dunia hanya mampu mengoleksi 11 persen? Ada yang really wrong,” ujar Menteri Sri. (Baca: DPR Desak Pemerintah Fokus Kejar Aset WNI di Luar Negeri)