Hingga pekan kedua Agustus, uang tebusan yang dibayarkan oleh peserta pengampunan pajak (tax amnesty) mencapai Rp 625,1 miliar. Jumlah tersebut naik cukup signifikan dibandingkan posisi Juli yang hanya Rp 85,1 miliar.
Pencapaian uang tebusan ini terdiri dari badan non-Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebesar Rp 112,7 miliar dan UMKM Rp 2,14 miliar. Sementara uang tebusan dari orang pribadi UMKM Rp 39,7 miliar, dan yang terbesar dari orang pribadi non-UMKM senilai Rp 470,5 miliar. (Baca: BI: Tax Amnesty Dorong Ekonomi Tumbuh 5,3 Persen).
Uang tebusan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi non-UMKM naik hingga Rp 400 miliar selama Agustus, dari Juli yang hanya Rp 70 miliar. Sementara pada bulan ini, uang tebusan dari perusahaan non-UMKM mencapai Rp 99,9 miliar, lebih tinggi dari Juli yang hanya Rp 12,8 miliar.
Adapun wajib pajak yang mendeklarasikan harta bersih untuk dibawa pulang ke Indonesia (repatriasi) sudah mencapai Rp 1,14 triliun. Sebesar Rp 579 miliar dideklarasikan pada Juli dan Rp 560,9 miliar pada bulan ini. Adapun total deklarasi harta bersih di luar negeri hingga saat ini mencapai Rp 3,66 triliun, yakni Rp 643,4 miliar diumumkan pada Juli dan Rp 3 triliun bulan ini.
“Sedangkan yang dideklarasikan di dalam negeri nilainya mencapai Rp 25,9 triliun yang terdiri dari Rp 2,5 triliun pada Juli dan Rp 23,2 triliun dilakukan di Agustus,” demikian yang tertera dalam dashboard monitoring amnesti pajak, Kamis, 18 Agustus 2016. (Baca: Dua Pekan Tax Amnesty, Nilai Dana Repatriasi Rp 458 Miliar).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan akan memantau pergerakan penerimaan pajak dari tax amnesty, terutama hingga September. Jika ternyata penerimaannya jauh dari target Rp 165 triliun, dia akan mengambil kebijakan konkrit untuk mengantisipasi risiko fiskal.
Sebab, selisih antara target dengan penerimaan (shortfall) pajak, di luar tax amnesty, diperkirakan mencapai Rp 219 triliun. Yang pasti, Sri menegaskan bahwa kebijakan yang diambil tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dan kepercayaan pasar. (Baca: Target Pajak Tak Realistis, Jokowi Setujui Usul Sri Mulyani).
“Sampai saat ini kami terus berharap pada tax amnesty, terutama sampai September. Dari sisi itu baru saya bisa lakukan assesment. Kalau kendalanya fundamental struktural lalu sebabkan revisi target terjadi, kami akan lakukan kebijakan yang sifatnya fundamental,” kata Sri Mulyani, kemarin.
Seperti diketahui, penerapan tax amnesty dibagi menjadi tiga periode setiap triwulan. Periode pertama dimulai Juli - September 2016, periode kedu Oktober - Desember 2016, dan periode ketiga Januari - Maret 2017. (Baca: Tampung Usulan, Sri Mulyani Revisi Aturan Teknis Tax Amnesty).
Wajib Pajak yang bersedia menarik uangnya di luar negeri ke Tanah Air (repatriasi) akan mendapat tarif tebusan dua persen di periode pertama. Kemudian tiga persen dan lima persen pada periode kedua dan ketiga. Sementara yang hanya mendeklarasikan asetnya di luar negeri tanpa repatriasiakan dikenai tarif dua kali lebih besar yakni empat persen di periode pertama, serta enam persen dan 10 persen di periode-periode berikutnya.
Tarif tebusan yang lebih rendah diberikan kepada UMKM. Bagi wajib pajak UMKM yang mengungkapkan harta hingga Rp 10 miliar akan dikenakan tarif tebusan 0,5 persen. Sedangkan yang lebih besar dari Rp 10 miliar, tarif tebusannya dua persen.