Defisit Anggaran Tahun Depan Bertambah Rp 36 Triliun

Cahyo | Biro Pers Sekretariat Kepresidenan
Penulis: Desy Setyowati
16/8/2016, 16.56 WIB

Presiden Joko Widodo menyampaikan nota keuangan Rancangan Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Dalam rancangan tersebut pemerintah menargetkan defisit anggaran tahun depan lebih tinggi dibandingkan tahun ini.

Pemerintah mengajukan defisit anggaran 2017 mencapai Rp 332,8 triliun atau meningkat Rp 36,1 triliun dari tahun ini. Rasio defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun depan mencapai 2,41 persen, yang juga lebih tinggi dibandingkan tahun ini sebesar 2,35 persen.

“Kebijakan fiskal dalam tahun 2017 masih bersifat ekspansif yang terarah untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan defisit anggaran RAPBN 2017 ditargetkan sebesar Rp332,8 triliun atau 2,41 persen dari PDB,” kata Jokowi saat menyampaikan Nota Keuangan 2017 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (16/8).

(Baca: Target Pajak Tak Realistis, Jokowi Setujui Usul Sri Mulyani)

Defisit yang lebih besar ini terjadi karena pemerintah menargetkan penerimaan negara tahun depan lebih rendah dari tahun ini. Penerimaan negara tahun depan ditargetkan sebesar Rp 1.737,6 triliun. Lebih rendah dibandingkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun ini yang sudah mencapai Rp 1.786,2 triliun.

Sementara dari sisi belanja negara, pemerintah mematok sebesar Rp 2.070,5 triliun. Alokasinya memang sedikit lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai Rp 2.082,9 triliun. Namun, selisihnya masih lebih kecil dibandingkan penurunan penerimaannya.

Namun, dengan melihat kemungkinan kondisi anggaran tahun ini dan realisasi yang terjadi dalam dua tahun terakkhir.Rendahnya anggaran tahun depan, salah satunya karena pemerintah ingin agar APBN tahun depan lebih realistis. Sebelumnya pemerintah sempat menyebutkan bahwa penerimaan tahun depan meningkat Rp 30 triliun dibandingkan tahun ini. Ternyata dalam finalisasinya berubah.Saat Sidang Kabinet Paripurna terakhir yang membahas Nota Keuangan 2017 di Kantor Presiden (3/8), Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan penyusunan APBN 2017 lebih solid dan kredibel. Pembahasannya anggaran tahun depan tidak mengacu pada target APBN-P 2016.

Bahkan, mengkritik bahwa penyusunan anggaran sebelumnya tidak realistis. Anjloknya harga komoditas berpengaruh pada rendahnya penerimaan perpajakan dalam dua tahun terakhir. Makanya, target penerimaannya tidak pernah tercapai. Namun, dalam penyusunan anggaran targetnya sangat ambisius, sehingga sulit terkejar.

Dia pun memperkirakan realisasi penerimaan perpajakan tahun ini masih kurang Rp 219 triliun dari target APBN-P 2016. Dengan demikian, defisit anggaran tahun ini mencapai 2,5 persen dari PDB, meleset dari target APBN-P 2016 sebesar 2,35 persen dari PDB.

"Kami akan mencoba supaya APBN tetap bisa memiliki ruangan untuk membuat ekonomi tetap tumbuh sehat, namun dengan akurasi dari belanja maupun dari sisi penerimaan. Sehingga pemerintah bisa membangun confidence di dalam perekonomian," kata Sri Mulyani. (Baca: Defisit Anggaran Melebar, Pemerintah Tambah Utang Rp 17 Triliun)

Jokowi mengatakan untuk mencapai target APBN 2017, pemerintah menyusun tiga pedoman kebijakan utama. Pertama, di bidang perpajakan yang dapat mendukung ruang gerak perekonomian. Selain sebagai sumber penerimaan, perpajakan diharapkan dapat memberikan insentif untuk stimulus perekonomian.

Kedua, kebijakan belanja akan memberi penekanan pada peningkatan kualitas belanja produktif dan prioritas. Belanja negara akan difokuskan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, perlindungan sosial, subsidi yang lebih tepat sasaran, dan penguatan desentralisasi fiskal.

Ketiga, kebijakan pembiayaan untuk memperkuat daya tahan dan pengendalian risiko, dengan menjaga defisit dan rasio utang. Kebijakan pembiayaan anggaran akan diarahkan untuk pengembangan dan mengoptimalkan sektor kreatif dan inovatif, sekaligus meningkatkan aksesnya bagi UMKM. Membuka akses pembiayaan pembangunan dan investasi lebih luas, mendukung program peningkatan akses pendidikan dan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Kemudian menyempurnakan kualitas perencanaan investasi pemerintah, dan rasio utang terhadap PDB dalam batas aman dan terkendali. “Keterlibatan pihak swasta dalam pembiayaan pembangunan akan ditingkatkan melalui skema kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha,” kata Jokowi. (Baca: Pajak Bisa Meleset 19 Persen, Anggaran Terancam Dipangkas Lagi)