Pasar Khawatir Pemangkasan Anggaran Gerus Pertumbuhan Konsumsi

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
10/8/2016, 11.36 WIB

Sejumlah kalangan khawatir akan dampak rencana pemangkasan anggaran negara senilai Rp 133,8 triliun terhadap konsumsi rumah tangga. Walau menyasar ke belanja konsumtif, pemotongan tersebut akan memunculkan efek ikutan yang cukup besar.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan pemangkasan anggaran seperti biaya perjalanan dinas dan rapat di hotel akan berpengaruh terhadap seratusan rantai usaha. Hal seperti ini sempat terjadi pada tahun lalu ketika Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara mengeluarkan larangan bagi pegawai negeri menggelar rapt di hotel.

“Ada 120 rantai usaha yg terkena, seperti sayuran, daging. Itu kan memasok untuk hotel,” kata Haryadi di Jakarta, Selasa, 9 Agustus 2016. (Baca: Belanja Dipotong, Pemerintah Yakin Pertumbuhan Ekonomi Bisa Naik).

Sementara itu, Kepala Ekonom Standard Chartered Aldian Taloputera mengakui bahwa kebijakan ini memiliki konsekuensi terhadap konsumsi rumah tangga. Walau, kontribusi pemangkasan anggaran terhadap konsumsi swasta memang kecil. Pada semester dua, ia memperkirakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap di kisaran lima persen dengan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen.

Kendati begitu, menurut dia, Penyertaan Modal Negara (PMN) pemerintah dan peningkatan penyerapan belanja pemerintah daerah semestinya mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar satu persen sejak awal tahun semestinya mulai berdampak pada permintaan masyarakat.

“Penurunan government consumption, dampak ke konsumsi swasta harus dilihat juga, belanja pemda, dan ekspor. Meskipun ekspor tidak banyak, asal minusnya berkurang itu menolong, bagus,” kata dia. (Baca: Anggaran Dipangkas, Proyek Pembangunan 700 Rusun Tahun Ini Tertunda).

Pandangan senada disampaikam David Sumual. Ekonom Bank Central Asia (BCA) ini mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga berpotensi menurun imbas kebijakan penghematan pemerintah ini. Selain berpengaruh terhadap permintaan hotel, transportasi, juga berdampak pada produk-produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di tempat-tempat wisata. Sementara dampak musiman dari puasa dan lebaran sudah lewat.

Konsumsi rumah tangga di atas lima persen ini surprise, tapi apakah akan berlanjut? Belum pasti, karena kami khawatir dengan pemotongan anggaran,” kata David kepada Katadata.

Namun di sisi lain, David mengakui bahwa pembelian barang tahan lama mulai meningkat. Penjualan mobil, misalnya, sudah naik 10 persen dibanding tahun lalu. Sementara motor masih tumbuh negatif. (Baca: Pengusaha Khawatir Pemotongan Anggaran Hambat Arus Logistik).

Menurut dia, kenaikan ini bukan hanya disebabkan oleh lebaran melainkan adanya perbaikan ekspektasi akan penghasilan. “Orang biasanya khawatir dengan ketidakpastian kurs, job security. Kalau dia merasa secure secara pekerjaannya, dia akan spend.”

Adapun Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpandangan bahwa faktor pendorong konsumsi rumah tangga pada semester dua masih minim. Pemangkasan anggaran akan membatasi pengaruh pemerintah terhadap daya beli masyarakat.

Karenanya, dia berpendapat bahwa hanya pelonggaran kebijakan moneter yang bisa mendorong konsumsi rumah tangga di paruh kedua tahun ini. Hingga akhir 2016, dia memperkirakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar lima persen.

“Untuk kembali mendorong pemulihan daya beli masyarakat ini bersamaan juga dengan terkendalinya inflasi. Suku bunga kebijakan BI juga berpeluang kembali dipangkas sekitar 0,25-0,5 persen,” tutur dia. (Baca: Anggaran Dipotong Sri Mulyani, Kepala Bappenas Usul Lima Solusi).

Atas kekhawatiran tersebut, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan meyakini industri perhotelan akan menerapkan strategi untuk mengantisipasinya. Seperti yang terjadi pada tahun lalu, penurunan permintaan diantisipasi perhotelan dengan strategi pemasaran seperti diskon.

Dengan begitu, ia yakin pengaruh pemangkasan anggaran tidak akan besar terhadap konsumsi rumah tangga. Namun, untuk perhotelan di daerah dia akui akan berpengaruh. “Mereka cukup cepat adjust dan hasil-hasilnya mereka juga nggak terlalu cepat turun banget,” kata dia.