Otoritas keuangan menyiapiapkan lebih dari 10 instrumen investasi untuk menampung dana repatriasi hasil pengampunan pajak (tax amnesty). Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan sarana investasi yang disiapkan oleh pemerintah di antaranya Surat Berharga Negara (SBN), surat utang (obligasi) Badan Usaha Milik Negara, obligasi lembaga pembiayaan milik pemerintah, dan investasi keuangan di bank persepsi.
Selain itu ada obligasi perusahaan swasta yang diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha, investasi sektor riil berdasarkan prioritas pemerintah, serta bentuk investasi lainnya yang sah. Salah satu obligasi untuk infrastruktur akan dikeluarkan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Rencananya, obligasi ini akan diterbitkan sebelum akhir 2016. Dana yang diinvestasikan tadi minimal tiga tahun, kemudian dialihkan ke instrumen lainnya.
Bambang menjelaskan, pembayar pajak yang menempatkan dananya di obligasi ini seolah-olah membiayai langsung infrastruktur tetapi tidak terpapar langsung. “SMI Bond, dalam waktu dekat diterbitkan. Kalau tidak salah sebelum akhir tahun. Ini jenis baru infrastruktur bond,” kata Bambang di kantornya, Jakarta, Rabu, 29 Juni 2016. (Baca: PUPR Siapkan Proyek Infrastruktur untuk Tampung Dana Repatriasi).
Untuk pendanaan infrastruktur semacam ini, pemilik dana bisa menggunakan obligasi BUMN seperti Waskita Karya, Hutama Karya, atau perusahaan konstruksi berpelat merah lainnya. Jenis infrastruktur yang biasanya menarik minat investor yakni yang memiliki cost recovery seperti jalan tol. (Baca: BI: Pengesahan Tax Amnesty Perkuat Rupiah).
Selain itu, pembayar pajak yang mengikuti tax amnesty juga bisa menginvestasikan hartaanya di sektor riil dengan penanaman modal langsung melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Bambang menyatakan, investasi langsung ke sektor riil memiliki imbal hasil (return) lebih tinggi seperti infrastruktur atau kontruksi.
Untuk investasi langsung ke sektor riil ini membutuhkan waktu. Karenanya, dana tersebut diinvestasikan lebih dulu di instrumen keuangan lainnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan ada lima instrumen investasi yang siap dimanfaatkan oleh pembayar pajak. Pertama, reksadana penyertaaan terbatas (RDPT). Instrumen jenis ini sudah siap digunakan karena tidak memerlukan penyesuaian lagi dari OJK. Melalui RDPT, dana yang diinvestasikan bisa mendorong pertumbuhan sektor riil.
Kedua, Dana Investasi Real Estate (DIRE) yang sudah memiliki ketentuan atau aturan. “Ada satu hal yang barang kali perlu ditunggu yakni perlakuan pajak yang cukup paperable. Semoga dalam waktu dekat ketentuan perpajakan ini bisa ditetapkan,” ujar Nurhaida. (Baca: UU Tax Amnesty Disahkan, Jokowi: Siapkan Instrumen Investasinya).
Ketiga, Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) yakni perjanjian antara pemilik dana atau investor dengan manajer investasi (MI). Ada beberapa kondisi atau aturan yang ingin akan disesuaikan, yaitu ketentuan minimum dana Rp 10 miliar yang akan diperkecil menjadi Rp 5 miliar dalam waktu dekat. Pelonggaran ini sebagai langkah antisipatif jika peminatnya banyak.
Keempat, pasar saham bisa menampung dalam jumlah besar mengingat ada 500 emiten. Terakhir, Efek Beragun Aset (EBA) yang peraturannya sudah lengkap. (Lihat pula: Tarik-ulur Partai di Detik Akhir Keputusan Tax Amnesty).
Menurut Nurhaida, memperbanyak instrumen menjadi penting guna meningkatkan suplai investasi sehingga tidak terjadi bubble ketika permintaannya meningkat dengan adanya repatriasi. Selain itu, instansinya juga mengkaji kemudahan prosedural bagi pengusaha yang ingin mencatatkan saham perdana, Initial Public Offering (IPO).
Salah satu terobosan yang disiapkan yakni coaching, sehingga persyaratan bagi perusahaan yang ingin IPO menjadi lebih mudah dan cepat. “Bentuk kemudahan lainnya yakni pemberian transaksi margin. Sekarang sedang kami siapkan agar dipermudah dengan syarat minimum tertentu. Kami akan bentuk securities financing,” tutur Nurhaida.